"Mahatma Gaharu, gue harus gimana?" Tanya Amara sambil menopang kepalanya dengan tangan kanan di meja bar Tama Sushi. Jam menunjukkan pukul sebelas malam tapi keduanya masih terjaga, terlebih Amara.
Mahatma hanya tertawa sambil meneguk sake dari gelasnya.
"Ya, lu maunya apa?"
Amara menggeleng.
Mahatma lantas menyentuh dagu gadis itu hingga Amara akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap mata pemuda di hadapannya.
"Lu geleng-geleng gini maksudnya nggak mau sama Aldrian atau lu nggak tau sama perasaan lu sendiri?"
"Both."
"Bohong."
"Bagian mana yang bohongnya?"
"Lu tau perasaan lu sendiri tapi lu belum bisa percaya sama Aldrian."
Amara menghembuskan nafasnya panjang. Ternyata lelaki yang kerap ia goda dengan panggilan 'Mas Aru' itu lebih paham akan perasaannya daripada dirinya sendiri.
"Bantuin gue dong."
"Bener nih?" Goda Mahatma. "Gue nggak tanggung jawab kalau ujungnya lu malah suka sama gue."
"Ya bagus. Mendingan kita aja yang jalan deh. Kayaknya gue nggak akan segalau ini kalau bareng sama lu."
"Bener, ya?" Tanya Mahatma sambil menaikkan alisnya jahil.
"Gue mulai dari ini deh." Balas pemuda itu lagi sambil mengusap kepala Amara pelan.
Amara terbahak, begitupun dengan Mahatma. Bertepatan dengan suara tegas yang tanpa diduga muncul dari belakang mereka.
Aldrian yang sebenarnya punya janji temu dengan Mahatma malam ini itu langsung memotong pembicaraan sahabatnya tanpa basa-basi.
"Maksud lu apa ya, Ha?" Tanya Aldrian dengan raut mengeras.
Pemuda itu hanya menatap Amara dan Mahatma bergantian sambil melipat tangannya.
"Menurut lu kira-kira gimana?" Pancing Mahatma. "Dri, kan gue udah bilang. Kalo emang lu nggak mau sama Amara, mending Amara buat gue aja."
Amara yang mendengar itu hanya bisa membulatkan matanya kaget.
Betul saja, ketika gadis itu menolehkan kepalanya ke arah Aldrian, pemuda itu sudah berada tepat di depan Mahatma dengan tatapan setajam pisau sushi yang ada di dapur Tama.
"Lu ngomong sama gue berdua, di belakang!" Perintah Aldrian.
Mahatma hanya tersenyum dan melirik Amara. Seolah tidak ada rasa takut yang menghinggapi pemuda itu.
"Ngomong aja disini, depan Amara langsung."
"Lu!," Aldrian tiba-tiba kehilangan kendali dan mencengkram pundak Mahatma tiba-tiba, "jadi segini aja lu mandang persahabatan kita, Ha?"
Mahatma yang mulai merasa kalau sikapnya barusan bisa membuat murka pemuda di depannya itu lantas menepuk pelan punggung tangan Aldrian.
"Bro, tenang dulu."
Amara yang berada ditengah-tengah suasana tidak menyenangkan itu lantas bangun dari duduknya sambil mengangkat tas pundaknya.
"Kalian berdua kenapa sih?!" Teriaknya kesal.
"Gue masih ada disini. Setidaknya hargain gue dulu bisa?" Ucap gadis itu sambil menatap dua pemuda yang nyaris bersitegang di hadapannya.
Amara berjalan cepat ke arah pintu keluar, tidak mempedulikan panggilan Mahatma dan Aldrian ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfictionEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...