Satu minggu yang dipersyaratkan Aldrian sudah berjalan beberapa hari. Pemuda bernama Aldrian Galendra itu ternyata betul-betul memegang omongannya dimana tidak pernah ada satu waktu pun Amara dibiarkan meragu. Seperti hari ini.
"Mbak yang lagi sibuk, udah makan belum?" Tanya Aldrian dari ujung telepon.
"Belum nih."
"Lunch bareng yuk."
"Ini udah hari ketiga gue makan siang sama lu, Al. Nggak bosen?" Jawab Amara asal.
Aldrian tertawa. "Gimana mau bosen kan lagi pdkt."
Hahaha, tawa kikuk dalam batin Amara diiringi dengan debaran aneh di dadanya.
Amara salah tingkah dan segera meneguk segelas air yang sudah tersedia di mejanya. Ia lupa kalau inilah tujuan Aldrian selama seminggu ini.
"Tik? Cantik? Kok diem? Nggak pingsan karena kelaperan kan?"
Amara lantas terkekeh.
"Iya, Al. Hadir. Tungguin di lobby, sepuluh menit."
"Oke. See you."
Amara menutup sambungan telepon ini dengan degup jantung yang semakin tidak beraturan. Gadis itu tidak bisa membohongi batinnya sendiri. Kehadiran Aldrian sudah mulai mengisi hari-harinya.
Pemuda itu ternyata bisa menunjukkan sisi lain dirinya, sisi yang membuat Amara mau tidak mau jatuh hati di tengah keraguannya.
Ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Ternyata Aldrian.
Gadis itu mengembangkan senyumnya ketika Aldrian mengirimkan foto beberapa pilihan restoran. Ponsel gadis itu pun tidak lama ikut berdering.
"Mar, tuh gue udah kasih lu pilihan tempat makan buat nanti, jadi nggak boleh ada kata terserah." Ucap Aldrian.
"Iya, Al. Tunggu bentar, gue lagi bales email. Masih sanggup nahan laper kan?"
"Sangguplah. Yang nggak sanggup itu kalau ditolak." Goda Aldrian.
Amara kehabisan kata-kata. Hanya tawa yang bisa ia urai sambil memutus sambungan teleponnya. Amara mengambil dompet dan ponsel sambil menggigit bibirnya.
Nolak Aldrian? Emang gue bisa? Tapi nerima dia juga kayaknya gue belum sanggup.
***
Masih pukul enam pagi tapi Aldrian Galendra sepertinya sudah punya satu rangkaian jadwal yang sudah ia disiapkan matang-matang agar bisa bersama dengan Amara sepanjang akhir pekan.
"Tik, hari ini kan udah weekend. Jalan yuk." Tanya Aldrian dari ujung telepon.
"Mau kemana?" Jawab Amara yang masih meringkuk di dalam selimutnya.
"Gue mau ngajakin makan siang. Lu mau makan apa? Nanti gue cariin."
Amara terkekeh.
"Yah, kok ketawa? Gini nih kalo belum sarapan. Bahaya sampe ketawa sendiri."
"Al, jangan lucu-lucu dong."
"Takut beneran sayang ya?" Balas Aldrian sambil ikut terkekeh.
Amara terdiam. Pembicaraan di pagi hari ini tiba-tiba berjalan ke arah berbeda.
"Iya, nggak gue bahas sekarang kalau lu masih males banget liat muka gue. Capek, ya? Mau istirahat dulu?"
Amara mengiyakan, dengan hati yang diliputi rasa tidak enak.
"Tapi gue mau ingetin aja waktu lu tinggal besok."
Soft reminder dari Aldrian lebih menghantuinya daripada peringatan yang biasanya Setiawan kirim melalui email untuk deadline pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfictionEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...