Chapter 31. Midnight

109 11 0
                                    

"Tik, jangan ngaco deh!" Kali ini Aldrian yang panik.

Jantungnya seketika berdetak tidak beraturan sambil memandang Amara yang juga sedang menatapnya lekat.

"Katanya mau tidur di apartemen aku?" Tanya Amara sambil berusaha merangkul Aldrian.

Sepersekian detik setelah jantungnya pindah tempat, Aldrian akhirnya bangkit dari sofa dan berdiri di dekat meja televisi sambil mengumpulkan barang-barangnya.

"Aku pulang aja deh."

Amara tergelak sambil menarik tangan Aldrian.

"Kamu tuh jago kandang doang. Giliran dipancing kabur." Goda Amara sambil meminta pemudanya duduk kembali.

Aldrian mengusap dadanya sambil mengacak wajah Amara gemas.

"Jantung aku pindah ke Tangsel kayaknya. Kamu tuh ada-ada aja."

"Abisnya." Amara masih tertawa sebelum pelukan hangat Aldrian tiba-tiba membuat jantungnya  yang sekarang pindah tempat.

"Untung semuanya baik-baik aja. Aku takut banget loh, Tik. Takut kamu kenapa-kenapa." Ucap Aldrian lirih.

Kalimat candanya seketika berubah menjadi curahan hati yang sedari tadi pemuda itu sembunyikan.

"Aku takut lepas kendali kalau emang cowok itu bener stalker kamu. Aku itu orang yang rasional dan penuh pertimbangan. Tapi semua tentang kamu itu ngebuat aku kadang nggak bisa berpikir jernih."

Amara tersenyum dalam pelukan Aldrian. Sambil mengusap punggung pemudanya, gadis itu lantas membalas.

"Makasih ya gantengnya Amara, yang rela ngebut tengah malem untuk hal yang ternyata nggak ada."

"Kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Aku nggak bisa, Tik."

"Hei," Amara melepaskan pelukannya dan membiarkan Aldrian puas memandangnya, "aku nggak kenapa-kenapa. Nggak usah terlalu khawatir kayak gitu."

"Makanya paling bener tuh kita tinggal serumah aja. Gimana?" Ucap Aldrian sambil tersenyum tulus.

Sepersekian detik nafas Amara berhenti, disertai dengan detak jantungnya yang seketika naik dengan lebih cepat.

Sebelum Amara berpikir terlalu jauh, Aldrian tertawa sambil mengacak kepala gadisnya.

"Aku aja belum kenal sama keluarga kamu, Tik."

Amara hanya bisa terdiam. Bingungnya menyertai segala rasa di dada gadis itu.

"Al, besok kamu ngantor?" Balasnya sambil mengalihkan pembicaraan.

"Iya, ada meeting jam sepuluh. Kenapa?"

"Mau Night drive nggak sekarang sambil nyari McD yang masih buka?"

"Jam dua belas banget?" Tanya Aldrian sambil melihat jam di pergelangan tangannya.

Amara mengangguk antusias sambil beranjak ke arah lemari untuk mencari luaran.

"Kamu nggak mau?" Tanya Amara sambil masih mengulas make up tipis di wajahnya.

Aldrian bangun dari duduknya. Pemuda yang hidupnya penuh keteraturan itu masih berpikir matang-matang sebelum sebuah rangkulan manis mendarat di pinggangnya, membuat semua prinsipnya tiba-tiba buyar.

"Al, ayo sekali-kali kita keluar dari kebiasaan kita. Aku pengen nikmatin Jakarta tengah malem." Pinta Amara sambil masih memeluk pinggang Aldrian dan merebahkan kepalanya di punggung pemuda itu.

Aldrian terkekeh sambil menepuk tangan lentik di pinggangnya.

"Kamu jangan sering-sering gini ya, Tik. Aku nggak sanggup nolaknya. Kamu besok emang nggak ngantor?"

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang