Chapter 19. Rained In

163 19 0
                                    


Aldrian mungkin sekarang sudah sampai ke parkiran mobil, atau mungkin sudah dalam perjalanan pulang.

Tapi Amara, gadis itu masih duduk di sofa apartemennya sambil mengulang-ngulang adegan tadi dalam ingatannya.

Ia tidak salah dengar. Aldrian sepertinya sudah kembali menjadi Aldrian yang ia kenal enam tahun lalu. Aldrian yang persuasif, tegas, manly, sering bercanda dan yang terpenting, tetap tidak memiliki rasa padanya.

Pil pahit yang harus Amara telan malam ini bersama dengan segala rasa manis yang baru hinggap di dadanya.

Gadis itu tidak meneteskan air mata sesal dan kesal, tidak sama sekali. Kisah cintanya yang berkali-kali terbit dan kandas sudah mampu membuat gadis itu berdiri di atas kakinya sendiri tanpa air mata selama ini.

Namun tidak dengan Aldrian.

Amara yakin, bahkan sudah sampai ke sembilan puluh sembilan persen yakin, kalau Aldrian menyembunyikan perasaannya sendiri. Menutupi relung terdalam isi hatinya hingga Amara tidak bisa menyelami perasaan Aldrian dari kejujuran yang seharusnya tergambar dalam bola mata pemuda itu.

Setinggi itukah tembok Aldrian hingga ia tidak bisa menembusnya? Ataukah Aldrian memang benar-benar sudah mengungkapkan perasaan terdalamnya tanpa ada Amara disana?

Amara menyeka ujung matanya yang mulai basah. Ia mengangkat telapak tangannya dan memandangnya sambil bergumam.

"Buat apa lu genggam tangan gue kalau ujungnya cuma karena rasa bersalah lu aja."

"Gue tuh emang gampang banget dibodohi atau gimana sih? Kenapa lu selalu bisa nembus benteng terkuat gue? Lu pake pelet apa?" Ucap Amara dengan tawa sinis.

Dari detik ini Amara benar-benar meyakinkan dirinya untuk membuat tembok tinggi di antara dirinya dan Aldrian. Tembok tinggi yang tidak akan hancur berantakan hanya karena genggaman tangan atau pelukan.

***

"Dimana?" Lagi-lagi telepon dari Aldrian yang datang tanpa diduga.

"Kantor. Mau pulang."

"Temenin gue dong."

"Ganta sama Maha emang sibuk?"

Amara berusaha mengingatkan dirinya kalau ia dan Aldrian hanya sebatas teman, tidak lebih.

"Ganta lagi bussines trip. Mas Arunya elu lagi stock opname katanya besok mau ada acara di resto dia."

"Emang mau ditemenin kemana sih?"

"Gue boleh nggak nebeng pulang?"

"Nggak bisa pake taksi atau mobil kantor? Kan lu co-founder start-up masa nggak ada mobil."

Aldrian tidak kehabisan akal. "Bukan urusan kantor soalnya."

"Taksi ajalah atau naik gojek grab."

"Males. Gue nggak biasa pake angkutan online."

"Mau kemana sih?"

"Ngambil kamera. Gue baru beli Leica second sama temen gue. Searah sama apartemen lu alamatnya jadi gue nebeng aja sampe situ."

Amara tidak habis pikir akan semua penjelasan Aldrian yang tidak masuk akal tapi gadis itu tidak ingin ambil pusing.

"Yaudah oke. Lu ketemuan jam berapa?"

"Gue ngikut lu balik aja. Lu balik jam berapa?"

"Jam delapanan sih."

"Nanti gue tungguin di lobby, kita ke mobil bareng."

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang