Waktu berlalu begitu cepat dan yang Aldrian lakukan adalah menenggelamkan dirinya dalam kubangan pekerjaan. Tanpa sadar, ia berusaha lari dari kenyataan. Dan yang lebih fatal, tanpa sadar pula, ia menjauhi Amara.
Ia seolah-olah lupa apa yang sudah mereka lalui akhir-akhir ini. Pemuda itu menolak kenyataan pahit bahwa hubungannya dengan Amara kini kian renggang.
Ponselnya bergetar berkali-kali tanda benda berbentuk kotak itu tengah dibanjiri pesan singkat, tapi Aldrian nampak tidak peduli. Ia hanya sibuk pada laporan yang harus ia periksa sebelum ia kirimkan kepada partner perusahannya.
Tidak lama ponsel Aldrian bergetar cukup kencang dan lama, tanda ada seseorang yang menghubunginya via sambungan telepon.
Dari ujung matanya, pemuda itu bisa melihat ada nama Amara tertera disitu. Senyumnya tanpa sadar terulas kecil. Aldrian lantas mengangkat panggilan telepon itu sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi kantor.
"Hai, Tik. Ada apa? Kangen, ya?"
"Ada apa?!" Balas Amara dengan nada suara gusar. "Al, kamu janji buat makan malem di Botanica Ashta. Aku udah disini hampir setengah jam."
Aldrian terloncat dari duduknya sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
Astaga, batinnya sambil menutup layar laptop dan berlari kecil keluar ruangan.
"Jangan bilang kamu masih di kantor?" Tanya Amara dengan kesal yang tidak dibuat-buat. "Al, please."
"Maaf, Yang. Ini aku kesana sekarang. Cepet nggak pake lama, terbang, deh, terbang." Balas Aldrian dengan setengah berlari.
"Yaudah, mau aku pesenin apa?"
"Apa aja. Kamu tau aku doyannya apa." Aldrian pun lantas berusaha melucu. "Makan kerupuk pake sambel terasi aja udah kayak makan wagyu, Tik."
"Usaha kamu nggak berhasil, aku kesel."
Aldrian menghembuskan nafasnya pelan. "Iya, maaf." Suaranya nyaris terputus ketika ia masuk ke dalam lift.
"Aku udah pesen gojek. Nggak sampe sepuluh menit aku udah sampe. Sampe dan ganteng. Jangan lupa dicium. Bye."
Aldrian menutup ponselnya bersamaan dengan pintu lift yang ikut tertutup. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding lift sambil mengamati pantulannya di kaca besar yang ada di situ. Hanya ada dirinya sendiri beserta pantulan seorang Aldrian yang sedang menggunakan celana jeans, kaos hitam dan jaket kulit hitam yang sengaja ia kenakan untuk menahan kencangnya angin di malam hari.
Pemuda itu menghembuskan nafasnya sambil menatap ke langit-langit lift. Ia sendiri tidak habis pikir bagaimana dirinya, seorang Aldrian Galendra, bisa melupakan janji temu dengan kekasihnya sendiri. Kekasih yang katanya sangat ia sayangi itu.
Ting.
Lift terbuka tepat di lobby. Tidak ingin menghabiskan waktu lebih lama, Aldrian berlari ke depan untuk mencari ojek online-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfictionEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...