Ketukan keras di pintu apartemen Amara membuat gadis yang sedang terpejam itu lantas membuka matanya perlahan. Tubuhnya masih menempel bak perangko di atas kasur empuknya, berselimut quilt hangat berwarna biru muda.
Amara turun dari kasurnya sambil menggunakan kimono panjang yang menutup tubuhnya. Ia ingat betul apa pesan Aldrian dan semenjak itu Amara benar-benar menjalankan petuah kekasihnya dengan sepenuh hati.
"Iya, sebentar!" Teriaknya sambil membuka ponsel, mencari kabar Aldrian.
Ketika gadis itu membuka pintu, yang ia dapatkan hanya satpam gedungnya yang menyodorkan kantong kain berisi sarapan untuknya.
"Dari Mas Aldrian." Ucap Edi dengan senyum yang ikut sumringah.
"Aldriannya mana?" Tanya Amara sambil melongokkan kepalanya keluar, mencari sosok pemudanya yang kadang isengnya diluar nalar.
"Mas Aldriannya nggak ada, Mbak Mara. Tadi saya di telpon aja lho buat terima sarapan. Masnya ngirimin kita nasi uduk juga. Tapi buat Mbak Mara katanya sarapannya harus salad sama jus." Balas Edi sambil tersenyum lebar.
Amara menerima kiriman makanan dengan senyum dan ucapan terima kasih.
Ia pun menutup pintu sambil berjalan ke arah pantry. Ia membuka pesanan makanan dari Aldrian sambil ikut tersenyum lebar.
Ponselnya tidak berapa lama berbunyi.
"Pagi cantiknya Aldrian. Udah bangun kan? Beleknya udah dicuci?"
"Pagi gantengnya Amara. Makasih sarapannya. Kamu dimana? Kok tau aku belekan?"
"Aku lagi jalan ke Malaysia." Balas Aldrian sekenanya.
"Hah? Kok nggak bilang? Mau ngapain?"
Amara lantas mengubah panggilan teleponnya menjadi panggilan video.
"Kamu udah di bandara?" Tanya Amara sambil membetulkan kimononya.
"Iya, lagi nunggu boarding sama Panji." Panji yang disebut-sebut adalah rekannya, sesama co-founder Run Tech.
"Udah sarapan? Berapa lama di Malay?"
"Udah sayang." Jawab Aldrian sambil tersenyum manis. "Makanan dari aku udah kamu terima kan? Makan dulu."
"Kamu belum jawab, Al. Kok kamu nggak ngomong apa-apa sama aku padahal semalem kita telfonan."
"Maaf, ya. Keputusannya baru keluar jam satu pagi semalem. Aku buru-buru pesan tiket sama Panji buat ngejar investor kita, janjiannya nanti siang. Aku nggak maksud bohong kok sama kamu."
"Iya, sayang. Aku bukannya marah, tapi khawatir. Kamu tuh lagi sibuk banget kayak sekarang tapi aku kayak nggak tau apa-apa."
"It's okay, Tik. Ini urusan aku, kamu nggak tau juga nggak masalah. Aku bentar lagi boarding. Kamu sarapan yang bener. Maaf juga weekend kita jadi nggak seru. Kamu jalan sama Edith aja kalo gabut ya. Bye, Tik."
Amara melambaikan tangannya sambil tersenyum. Gadis itu lalu memutus sambungan telepon dan mulai menyuap sarapan ke mulutnya.
Sarapan yang susah payah Aldrian pesankan di sela-sela kesibukan pemuda itu.
***
Disinilah Amara berakhir dalam akhir pekannya, tidak bersama Edith atau Maha tapi dengan ayah dan ibunya. Entah ada angin apa tapi kedua orangtuanya itu mengajaknya makan siang di salah satu restoran fine dining hotel bintang lima di bilangan Jakarta Pusat.
Amara membungkam mulutnya dengan erat, berusaha agar tidak ada satupun kalimat tanya tentang statusnya.
Tapi nampaknya Bagus, sang ayah, lantas bertanya tanpa aba-aba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanficEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...