Chapter 22. Until I Found You

161 20 0
                                    

Amara tidak membiarkan Aldrian mengendarai mobilnya. Gadis itu dengan cepat mengganti bajunya sambil membawa serta tas dan kunci mobil miliknya.

Tidak sampai sepuluh menit, mereka berdua sudah berada di dalam mobil Amara. Dengan panik yang masih terulas jelas di wajah keduanya.

Amara tahu pemuda di sebelahnya itu sedang sekuat tenaga menahan tangis.

Aldrian berkali-kali mencoba menghubungi ponsel milik ibunya, supir ibunya atau asisten ibunya. Tapi hanya nada sambung yang ia dengar.

Jantung Aldrian berdegup tidak karuan dengan berbagai macam skenario buruk mulai melintas di kepalanya.

Tanpa sadar pemuda itu bergumam.

"Mar, gimana kalo....?" Ucapnya tertahan.

Amara yang sedang menginjak gas mobilnya dalam-dalam itu hanya bisa meraih tangan Aldrian dan menepuknya.

"Jangan mikir aneh-aneh."

Aldrian hanya mengangguk pelan sambil menghembuskan nafasnya panjang.

Tidak sampai setengah jam, Aldrian dan Amara sudah berada di carport bagian luar rumah Sarah. Rumah yang tidak terlalu besar tapi memiliki halaman luas yang penuh dengan tanaman dan bunga yang tersusun rapi.

Tidak menunggu Amara keluar dari kursi pengemudi, Aldrian langsung berlari ke arah pagar rumahnya.

Belum sampai keduanya masuk ke dalam, Sarah sudah menyambut di teras dengan raut terheran-heran.

Terlebih ketika Aldrian langsung menghambur ke arah Sarah dan memeluk wanita itu dengan isak tangis tertahan.

"Al, kamu kenapa sayang?" Ucap Sarah sambil menepuk-nepuk punggung anak lelakinya.

Raut Sarah ikut panik, tidak paham dengan situasi yang ia hadapi sepagi ini.

"Mama nggak apa-apa? Mama ngapain jalan-jalan? Supir mama mana? Mbak Dian mana?" Ucap Aldrian sambil mengecek kondisi sang ibu dari atas ke bawah, berkali-kali.

"Memangnya ada apa sayang?" Tanya Sarah hati-hati.

Aldrian menarik nafasnya panjang sambil berusaha menjernihkan pikirannya yang masih terbang kesana kemari.

Pemuda itu lantas menggandeng wanita kesayangannya ke dalam rumah, menuju ruang duduk. Tentu saja dengan Amara yang sudah mengekor di belakang mereka.

Setelah duduk tenang, Aldrian perlahan bertanya sambil melemparkan pandangannya ke sekeliling ruang duduk yang sepi itu. Ia masih mengatur nafasnya sambil menggenggam tangan sang ibu erat-erat.

"Ma, tadi Al ditelfon Mbak Dian. Katanya mama pingsan."

"Mama? Pingsan?" Tanya Sarah dengan raut bertanya-tanya. "Kapan Dian telepon kamu sayang? Dian baru aja balik ke butik ditemani supir mama."

Amara hanya bisa menatap Aldrian kesal. Mencoba menerka-nerka apakah pemuda itu sengaja menjebaknya. Tapi bila melihat kepanikannya tadi, Aldrian sepertinya tidak berbohong.

"Mbak Dian telepon Al pas masih di apartemen Amara. Mbak Dian bilang mama pingsan terus nyuruh Al kesini. Al nelfonin semua hp tapi nggak ada satupun yang jawab. Gimana Al nggak tambah panik."

Sarah lantas berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi tadi pagi. Lantas wanita itu tersenyum lebar nyaris tertawa.

"Ya, ampun sayang. Mama tau sekarang." Ucapnya.

"Tadi pagi mama suruh supir mama telfon Dian. Nyuruh bilang kalau mama bakal telat ke butik karena suami tetangga sebelah ini pingsan dan lagi dibawa ke UGD. Terus rumahnya kosong lupa dikunci. Mama tunggu dulu mereka balik baru mama ke butik."

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang