"Mas Aru, weekend besok sibuk nggak?" Tanya Amara sambil menghabiskan sashimi dari piringnya.
"Kenapa? Jangan ngajak gue ngedate dulu ya. Gue belum siap." Canda Mahatma sambil meneguk sake dari gelasnya.
"Lu beneran nggak ada minat buat membuka hati atau gimana gitu? Muka blasteran Jepang lu sayang banget kalau disia-siain."
"Yah, gimana dong. Gue kan udah bilang, kalau mau membuka lembaran baru, gue maunya sama lu."
"Mulai deh." Sahut Amara sambil tertawa.
Pembicaraan ini bukan hal baru bagi mereka berdua. Jauh sebelum Aldrian datang kembali dengan serba kebetulan ke dalam hidup Amara, gadis itu sudah sering bertukar pikiran dengan Mahatma. Bermula dari mengantar klien Amara satu setengah tahun lalu, Amara yang tidak pernah memiliki sahabat lelaki dalam hidupnya ternyata bisa menjalin persahabatan dengan Mahatma.
Amara paham betul Mahatma masih kesulitan menata hatinya. Gadis itu juga tahu bahwa kehadirannya yang tepat waktu kala itu ternyata bisa membantu Mahatma bangkit dari keterpurukannya. Mahatma pernah mengungkapkan isi hatinya dengan lugas pada Amara. Tapi kembali lagi, pemuda itu ternyata belum mampu melepas masa lalunya.
Dua insan ini mengetahui secara pasti boundaries di antara keduanya. Amara yang pengertian dan Mahatma yang peka adalah kombinasi yang sangat baik, setidaknya sebagai sahabat untuk saat ini.
"Iya, gue cuma bercanda. Lu kayaknya yang lebih paham gue daripada diri gue sendiri." Balas Mahatma.
"Kan gue juga udah bilang, lu dulu kebawa suasana aja. Kalau lu beneran suka sama gue, sekarang harusnya lu udah ngejar gue dan kita berdua udah jadian dong."
Mahatma tertawa sambil meneguk sisa sake dari gelasnya. "Tau aja."
"Aldrian gimana?" Tanya Mahatma dengan seringai jahil.
"Kok Aldrian? Nggak ada cowok lain yang bisa lu tanya ke gue?" Kekeh Amara.
"Kali aja pengen jatuh ke lubang yang sama dua kali."
Tawa Amara kali ini terdengar renyah.
"Lu gila emang. Sahabat lu sendiri mau lu jeblosin ke lubang yang sama."
"Lu sama sekali nggak pengen bareng sama dia lagi?" Pancing Mahatma.
"Dia udah punya cewek, Maha."
"Gue nggak nanya itu. Gue nanya lu masih pengen apa nggak."
Amara terdiam. Tidak menyangka kalau pertanyaan dari Mahatma barusan masih sulit ia jawab, padahal di hadapan Aldrian pun sudah pasti ia jawab tidak. Tapi seperti biasa, Mahatma mampu menyelami sisi terdalam perasaannya.
Kenangan Amara terbang ke tepukan tangan Aldrian di kepalanya beberapa hari lalu. Tepukan kepala yang sudah tentu menggetarkan hatinya.
"Lu pasti masih deg-degan kalo skinship sama dia. Ngaku deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
Fiksi PenggemarEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...