"Tik, kamu nggak lagi ngigo kan?"
Bisa-bisanya Aldrian tetap berusaha melucu di suasana yang harusnya romantis ini.
"Lagi mimpi basah. ALDRIAN GALENDRA AKU SERIUS." Ucap Amara sambil memegang pipi Aldrian dengan kedua telapak tangannya.
"Coba diulang."
Kali ini Amara mengulang pernyataannya tadi dengan lebih perlahan. Ternyata mengucapkannya seperti ini membuat degupan jantungnya naik lagi.
"Al, minggu depan mau nggak kita coba untuk ketemu Papa?"
"Kamu yakin?"
Kali ini Amara balik bertanya. "Kamu udah yakin belum sama aku?"
Tangan Aldrian tiba-tiba diliputi keringat dingin. Pertanyaan Amara barusan seolah mempertegas garis hubungan di antara mereka berdua.
Bukan perkara yakin atau tidak, tapi Aldrian tidak pernah merasa dirinya cukup. Cukup baik untuk mendampingi seseorang, apalagi sosok itu adalah Amara Divya.
"Kok diem?" Tanya Amara lembut.
"Aku bingung."
"Kalau bingung ya pegangan."
Kali ini Aldrian mau tidak mau tergelak. Ternyata berusaha melucu ditengah-tengah obrolan serius seperti ini memang memancing kesal. Membuat pemuda itu sadar kalau tingkahnya memang kadang semenyebalkan itu.
"Tik..." Aldrian menatap Amara lekat dengan bola mata hitamnya yang bulat pekat.
"Aku sayang banget sama kamu. Tapi kok aku masih ragu ya?"
"Coba diulangin lagi. Ragu apa takut? Itu dua hal yang berbeda, Al."
Pertanyaan Amara menyungkil kelogisan Aldrian. Memang hanya Amaralah lawan tangguhnya selama ini.
"Kalau ragu kenapa, kalau takut kenapa. Coba sini jelasin ke aku."
Mau tidak mau Aldrian akhirnya meletakkan tasnya di lantai lalu menggandeng Amara ke sofa.
Setelah mereka berdua duduk nyaman, Aldrian mulai membuka suaranya.
"Aku ragu karena masih ngerasa nggak pantes buat kamu. Aku takut kalau ternyata aku masih belum sesuai sama pilihan Papa kamu."
"Kita belum coba, Al. Kenapa kamu senegatif ini sih?"
Amara lalu mengusap kepala Aldrian lembut sambil berusaha menenangkan pemudanya.
"Aku nggak peduli sama omongan Papa aku nanti, karena aku juga bakal berusaha buat kamu. Kamu punya kekurangan, aku juga. Tapi itu nggak ngebuat aku bakal mundur, Al."
"Inget, kamu itu Aldrian Galendra. Cowok yang bikin aku patah hati sedalam-dalamnya tujuh tahun lalu dan kamu juga yang bikin aku jatuh cinta sedalam-dalamnya untuk setahun terakhir ini. Aku rasa bekal kita cukup sih, Al."
Nyaris saja Aldrian menitikkan air matanya ketika mendengar penjelasan Amara. Gadis yang selalu menjadi tempat singgah terakhirnya.
Untuk kali ini, setelah mendengar dengan telinganya sendiri, keyakinan Aldrian semakin bulat sempurna.
Amara bukan hanya sekedar tempat singgah, ia adalah rumah yang selama ini Aldrian cari.
***
Aldrian sedang berdiri sambil merapikan dokumen yang baru saja ia terima dari Kanya. Mejanya yang sudah berbulan-bulan ini tidak pernah rapi ini membuat kening Kanya mengernyit.
"Mas, mejanya aku rapiin, ya. Kasih tau aja mana dokumen yang masih diproses sama yang udah selesai."
Aldrian, tanpa mengangkat kepalanya, lantas mengetikkan sesuatu di laman emailnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanfikceEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...