Kaget, Amara hanya bisa menelan kunyahannya dengan cepat. Dengan terbata-bata gadis itu menjawab.
"I-ya tante. Amara. Saya Amara."
"Masih ingat kah sama saya? Saya Sarah, mamanya Aldrian. Amara sendiri saja?" Tanya Sarah sambil mengedarkan pandangannya.
Amara mengangguk. "Iya, kebetulan saya baru selesai ketemu sama klien disini. Jadi sekalian sarapan."
Berusaha sopan, Amara menawarkan tempat duduknya yang kosong.
"Tante sama siapa? Mau gabung?"
"Kebetulan aku sendiri. Aku boleh ikut duduk disini?"
Ngapain sih gue pake nawarin tempat duduk? Sesal Amara dalam hati.
"Oh, iya tante. Silakan." Sahut Amara sambil menelan ludahnya kasar. Penyesalannya menjadi sangat dalam saat ini.
Kikuk, Amara dan Sarah hanya duduk berhadapan tanpa suara. Paham gadis di depannya gugup, Sarah memulai pembicaraan sambil membolak-balikkan buku menu.
"Disini yang enak apa Amara?"
"Hmm.. Mungkin bisa dicoba salad tuna. Jusnya juga enak."
"Yang ini kayaknya enak ya?" Ucap Sarah sambil memperlihatkan buku menu ke arah Amara.
Amara mengangguk sambil ikut menunjuk pilihan lain yang sekiranya cocok dengan wanita di hadapannya. Sarah lantas memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Meja itu kemudian hening kembali. Wanita dengan blus putih, kulot coklat dan rambut yang sudah di blow sempurna itu menatap Amara lekat. Membuat Amara salah tingkah.
"Amara kerja dimana?"
"Di perusahaan teknologi multinasional, bagian Public Relations." Sahut Amara dengan suara renyahnya.
"Suaranya Amara bagus." Balas Sarah.
"Makasih tante." Balas Amara singkat.
"Amara pasti bingung ya kenapa aku bisa ada disini?" Tanyanya masih sambil masih menatap Amara.
Amara mengangguk sambil menyeruput smoothiesnya. Alih-alih menyebutkan 'tante' atau kalimat panggilan lainnya, Sarah nyaman memanggil dirinya 'aku'. Berusaha mengikis jarak dengan gadis yang sedang ia ajak berbincang.
"Tadi aku memang lagi cari sarapan terus mampir sini. Dari jauh aku liat kamu, sepertinya kenal. Terus aku telfon Al buat tanya. Ternyata benar Amara yang aku liat."
Amara memaksakan senyum di wajahnya dengan gemuruh di dada. Kesalnya pada Aldrian menjadi berlipat ganda.
Kelakuan Aldrian Galendra nelfon nggak pake basa-basi tuh ini ternyata, sialan.
Gadis itu kemudian terdiam lagi. Amara sebenarnya sudah biasa berhadapan dengan orangtua mantan pacarnya. Tapi dengan status dengan Aldrian saat ini, ia benar-benar tidak tahu bagaimana harus bersikap.
"Amara pasti canggung ngobrol berdua sama aku. Apa aku pindah aja?" Tawar Sarah masih dengan senyum di wajahnya.
"Jangan tante!" Ucap Amara sambil menggerakkan kedua telapak tangannya, membuat gerakan penolakan.
Ya masa gue biarin beda meja, batin Amara.
"Tante duduk di sini dulu aja." Pungkas gadis itu.
Sarah terkekeh lalu melanjutkan kalimatnya dengan lembut. "Aku memang semenakutkan itu?"
Berusaha jujur, Amara menggeleng. Mau dilihat dari segi manapun, Sarah sama sekali tidak menampilkan aura yang mengintimidasi. Wanita paruh baya itu justru terlihat ramah, murah senyum dan bertutur kata lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stranger [completed]
FanficEnam tahun lalu, there's no 'she fell first but he fell harder'. Mungkin dunia Amara dan Aldrian terlalu berbeda sehingga tidak ada alasan untuk mereka hingga bisa saling jatuh cinta. Aldrian Galendra? Sorry, tapi nama itu sekarang udah ga ada di k...