Chapter 47. I Will, I Always Will

218 10 0
                                    

Amara tidak tahu bagaimana ia harus bersikap. Sejujurnya ia lelah dengan semua hal, terlebih Aldrian. Kehadiran pemuda itu satu jam lalu malah membuat hatinya semakin hancur.

Kalimat terakhir dari bibir Aldrian membuat air mata gadis itu tumpah lagi ketika ia berdiri di pinggir pantry.

I will, i always will.

Ah, sialan, batin Amara dengan hati berantakan.

Ia lalu membuka bungkusan puzzle yang diberikan pemudanya. Aldrian Galendra, dengan segala pikiran unik dan konyolnya. Bisa-bisanya di saat segenting ini, pemuda itu malah memberikannya sekotak puzzle untuk ia rakit.

Kemudian kalimat dari Aldrian terngiang lagi di kepalanya.

Aku kasih kamu waktu untuk mikir dan milih.

Amara semakin bertanya-tanya. Apakah ia sanggup menghadapi semuanya sendiri.

Ia lantas melemparkan kotak puzzle itu ke arah meja hingga kotak itu terbuka dan menumpahkan isinya kemana-mana.

"Arrghh!" Amara semakin kesal dengan air mata yang masih meluncur di pipi tirusnya. "Nggak Aldrian, nggak tingkahnya, semua ngerepotin!"

Amara lalu memunguti satu persatu puzzle yang bertebaran di lantai dan meja sambil membuka ponselnya.

Air matanya makin deras ketika ia membaca pesan dari sang kekasih.

My Al

Maaf cara aku selalu nyakitin kamu

Mungkin kita harus mundur dulu satu langkah untuk maju lebih jauh

Kalau memang, kita masih punya jalan untuk maju bareng-bareng

"Sialan, kamu jahat, Al!" Teriak Amara kencang-kencang sambil membanting ponselnya ke sofa.

Ketika gadis itu menengadahkan kepalanya, matanya otomatis tertuju pada buket bunga yang baru dikirimkan Mahatma tadi sore.

Kebimbangannya berjalan searah dengan air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir.

Kebimbangannya berjalan searah dengan air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Aldrian sedang mengerjakan sebuah project besar. Ia benar-benar sibuk hingga kadang pemuda itu melewatkan makan siangnya.

Project besar yang akan memakan waktu lama itu bertempat di Belanda. Rencananya Panji yang akan menjadi team leader untuk pekerjaan ini dan akan berangkat bersama tim dari Run Tech bulan depan, untuk waktu yang belum bisa ditentukan berapa lama.

Perut Aldrian keroncongan karena ternyata siangnya sudah berganti menjadi gelap dan ia terakhir kali mengisi perutnya dengan sepotong sandwhich yang ia beli dari mini market gedung kantornya tadi pagi. Baru saja pemuda itu akan beranjak dari duduknya untuk mencari makan malam, Panji masuk ke ruangannya dengan wajah pucat pasi.

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang