Chapter 12. Seriously

163 22 6
                                    

Amara melipat tangannya dengan raut kesal. Bagaimana tidak, kemarin siang dengan mata kepala serta telinganya sendiri, seorang Aldrian mengatakan bahwa Amara adalah kekasihnya.

"Sebelum kita mulai rekaman podcast, gue mau tanya dulu sama lu. Maksud lu ngomong ke nyokap lu kalau kita pacaran itu apa ya?"

"Nggak ada maksud apa-apa."

"Lu!" Amara nyaris betul-betul melepas high heelsnya dan melemparnya tepat ke muka Aldrian. Tapi sepatu seharga sepuluh juta rupiah itu rasanya terlalu berharga untuk dilempar-lempar.

"Nggak lucu, Al."

"Gue nggak bercanda."

"Heuuuhhh!"

Amara beranjak dari kursinya sambil menenteng Balenciaga City Bagnya yang berwarna hitam. Ia lantas mengangkat beberapa buku dan tas laptop dari meja, bersiap-siap angkat kaki dari ruangan itu.

"Loh mau kemana?" Aldrian lantas berdiri dengan cepat dari duduknya dan berusaha mencegah gadis itu keluar.

"Gue udah nggak semangat ngapa-ngapain."

Aldrian melambatkan pergerakannya. Ia kembali ke kursinya dan menepuk kursi di sebelahnya, meminta Amara untuk duduk.

"Buat apa?"

"Ngajak lu ngomong."

"Tadi katanya nggak ada maksud apa-apa." Balasnya sambil tersenyum miring.

Aldrian menghembuskan nafasnya panjang sambil ikut melipat tangannya di dada, menyembulkan otot lengan yang tertutup kaos hitamnya.

"Amara, i'm totally sorry."

Sepertinya tahun ini adalah tahun terbanyak dari Aldrian dalam mengucapkan kata maaf.

"Gue minta maaf. Kemarin gue nggak berpikir panjang ngomong kayak gitu."

Selalu luluh dengan binar bola mata bulat Aldrian, Amara memajukan bibirnya sambil kembali ke kursinya.

"Cepet jelasin."

"Sini dong, kejauhan kalo disitu."

"Lu yang kesini dong!" Hardik Amara.

Aldrian berdiri sambil menggeser kursinya mendekat.

"Segini kurang deket nggak?" Goda Aldrian sambil memiringkan kepalanya ke arah Amara.

Refleks Amara menutup seluruh wajah Aldrian dengan telapak tangannya dan menekan mundur pemuda itu.

"Ini makin nggak lucu." Balas Amara dengan kekesalan berlipat ganda.

"Abis galak banget. Dibecandain nggak bisa, digoda sekalian lah."

"Orang gila."

Tawa Aldrian meledak melihat gadis di hadapannya kesal. Entah kenapa, Amara yang merengut malah memancing tawa pemuda itu.

Sambil mengangkat badannya tiba-tiba, Amara berbicara dengan pemuda di sampingnya.

"Gue pergi deh kalo kayak gini."

"Jangan, jangan dulu! Iya gue serius deh." Ucap Aldrian menahan kekehannya.

"Ehem, bentar." Aldrian menghembuskan nafasnya panjang agar ia bisa menghilangkan gas tawa dari dirinya.

Amara mendelikkan matanya, berusaha agar tubuhnya tidak serta merta keluar dari ruangan itu tanpa diminta, karena pemuda di hadapannya sama sekali tidak menganggapnya serius.

"Jadi gini," Aldrian menatap Amara sungguh-sungguh, "gue beneran jawab asal aja."

"Karena?"

"Karena gue nggak tau lagi harus gimana. Kalau nyokap gue tau gue masih sama Sherryl, dia pasti marah. Lebih tepatnya kecewa."

Stranger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang