06

21 7 0
                                    

Melvin: Lo dimana?

Langit: Flower caffe.

Melvin: Kebetulan, gue mau kesitu. Mau jemput Jasmine.

Langit: Siapa?

Melvin: Calon pacar.

Kata-kata yang membuat Langit teringat sama Senja.

Melvin: 5 menit lagi gue sampe. 4 menit lagi lo ke pintu caffe ya!

Langit: Ngapain?

Malvin: Malu lah.

Langit: Kaya bukan cowok lo!

Melvin: Please ya.

Langit: Y.

Langit termenung, menatap Senja
yang tidak sadar akan kehadiran Langit dari tadi. Menatap dengan dalam, bagaimana mungkin Senja sepercaya diri itu?

Langit memikirkan apa yang seharusnya tidak dipikirkan. Langit kesal sendiri, biasanya Langit marah. Tapi kenapa kali ini Langit tak bisa marah? Langit hanya menyimpan kekecewaan mendalam, tapi dia tidak bisa apa-apa.

Setelah itu Langit keluar dari caffe.

"Bentar ya Mah, Langit mau ketemu temen dulu" kata Langit, Nina hanya mengangguk.

Langit mencoba fokus pada langkah kakinya, dia tidak mau sampai melirik Senja dengan teman-teman barunya.

"Lama nunggu gak?" tanya Melvin
yang sedang melepaskan Helmnya.

"Baru sampe" jawab Langit.

"Terus Jasmine sama temen-temennya masih lama?" tanya Melvin.

"Gue gak tau" jawab Langit singkat

"Kedalem aja yuk!" ajak Melvin.

"Di luar aja, lebih adem" kata Langit, setelah memesan 2 vanilla latte mereka mulai menyibukan diri. Mulai dari Melvin yang memainkan ponsel dan Langit yang menatap jalanan dengan kendaraan yang berlalu-lalang.

"Lo lagi banyak pikiran?" tebak
Melvin.

"Enggak" alibi Langit.

"Tumben diem aja" kata Melvin.

"Emang biasanya gue gimana? Salto?" tanya Langit sinis.

"Gak kaya biasanya" jawab Melvin.

"Kayak udah lama gak ketemu gue aja, sampe gak tau gimana kebiasaan gue" kata Langit sambil menatap sekitarnya.

****

"Ok, bubar sekarang!" kata Anya memerintah, dan detik selanjutnya mereka berdiri dari kusinya kemudian berpamitan pulang.

Senja menelepon kakaknya untuk
memastikan dia sudah pulang atau belum.

"Halo Kak, Kakak ada di rumah?"
tanya Senja.

"Kakak di rumah camer nih hahaha. Ada apa?" tanya Fitri

"Enggak. Kalo Kakak di rumah berarti aku gak usah makan di luar gitu" ucap Senja

"Makan di luar aja. Nanti uangnya kakak ganti, jangan lebih dari 50 ribu, ok?" ucap Fitri

"Ok. Makasih kak Fitri yang
cantik, btw ngapain ke rumah Kak Brayn?" tanya Senja.

"Makan malam, mama sama papa nya pengen ketemu sama kakak" jawab Fitri

"Aduh cie", "Dah ya, Senja laper bye"

"Bye. See you"

Tut..tuttt

Telepon di matikan dan Senja pun mulai mencari kursi yang tepat untuk makan di caffe ini, malas jika harus tetap ada di meja ini bersamaan dengan Anya dan Julia.

Setelah memesan makanan dan minuman, Senja mencari meja baru. Setelah menemukannya, Senja duduk di situ sambil memainkan ponselnya.

Beberapa menit kemudian makanan datang dan Senja pun langsung memakan nasi goreng yang ia pesan.

****

"Mah, masih lama?"

Suara itu, Senja mengenalnya.

"Bentar lagi ya, Langit sayang"

"Oh my God. Itu Langit" batin Senja.

Senja mencoba biasa saja. Dia tak boleh terlihat salah tingkah hanya karena ini.

Langit menduduki kursinya lalu
mendongkak.

Deg.

Matanya bertemu dengan mata berwarna hitam milik Senja. Dengan cepat, Langit memutuskan kontak mata itu dengan cepat

Hati Langit kini merasa gelisah tanpa sebab. Ingin secepatnya pergi dari sini, tapi tidak memungkinkan jika Langit mengajak mamanya untuk buru-buru pulang karena sedikit hal ini saja.

"Dan calon pacar gue Langit"

"Percaya diri banget kalo Langit bakal jadi pacar lo."

"Harus percaya diri biar tercapai."

"Kalo gagal, bakal kita bully abis-abisan."

Entah kenapa, sejak mendengar 4 kalimat itu berhasil membuat hatinya tak tenang. Memikirkan semua yang tak seharusnya Langit pikirkan.

Senja juga jadi gemetar memegang sendok. Memikirkan apakah Langit mendengar semua apa yang dia katakan tadi? Senja khawatir, Senja tak mau menambah masalah. Senja mencoba tenang menetralkan degup jantungnya.

Kini keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Twilight SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang