C H A P T E R 14

3.6K 307 25
                                        


UPDATE!!


Ayo semua merapat! siapa yang udah nunggu chapter ini? mana suaranya?


Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁


Vote comment share

Follow recommend


Love,

DyahUtamixx


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Laura menghela lega ketika koper terakhir yang akan digunakannya untuk membawa pakaian sudah tertutu rapat. Tangannya merentang ke atas karena rasa pegal sebelum mendongak, menatap Vien yang sedang duduk di kasur dan bermain dengan mobil-mobilan yang diberikan oleh Diandra minggu lalu. Melihat wajah putranya, mau tidak mau Laura tersenyum bahagia. Hatinya terasa begitu damai dan tentram, karena hanya dengan kehadiran Vien, semua terasa lebih berarti. Dia kembali menatap koper yang tergeletak di depannya sebelum teralih ke tas bayi milik Vien yang tergeletak di sisi koper dalam keadaan penuh. Hari ini dia akan datang ke kediaman Hamilton untuk menghadiri pernikahan Shafira yang akan dilakukan pada akhir minggu nanti. Sejujurnya Laura enggan untuk datang, karena dia tidak tahu harus menjelaskan apa pada keluarganya, namun cepat atau lambat dia harus kembali. Apalagi ini menyangkut masa depan Vien. Lagipula dia merindukan keluarganya, begitupun keluarganya yang merindukan Laura. Bahkan ketika dia menghubungi Shafira semalam dengan nomor ponsel barunya, dia harus menghadapi ocehan masing-maisng anggota keluarga Hamilton, kecuali Nicholas.

Sekali lagi Laura menatap Vien yang sedang berceloteh dan mulai merangkak menuju sisi kasur. Laura buru-buru menghampiri Vien dan menurunkan putra kecilnya ke lantai kamar yang berlapis karpet empuk dan tebal. Apartemennya sudah dibuah menjadi wilayah yang aman bagi Vien, tapi bukan berati Laura tidak khawatir akan keselamatan Vien. Umur satu tahun adalah masa-masa aktif bagi seorang bayi karena mulai mencoba untuk berjalan sendiri, jadi Laura tidak boleh lepas pandangan sedikitpun dari Vien. Kemudian dia melihat Vien duduk, melempar mainan yang ada di tangannya, sebelum merangkak dan berdiri dengan bantuan kasur. Setelah itu dia melihat Vien berjalan sambil berpegangan. Laura tersenyum dan mulai memanggil Vien sambil berlutut dan merentangkan tangan. Melihat Laura, Vien tersenyum lebar, berceloteh riang dan mulai melepaskan pegangan tangan mungilnya dari kasur, lalu berjalan menghampiri Laura. Setelah dua tiga langkah, Vien jatuh terduduk di atas kar[et sambil tertawa.

Laura buru-buru menghampiri Vien, menggendong putranya dan bergumam, "anak mama sangat hebat. Vien sudah besar rupanya ..." kemudian dia membawa Vien keluar kamar, meletakkannya di ruang tengah dan bertepatan dengan itu, Laura mendengar suara beep dan tidak berselang lama, Diandra muncul dengan paper bag berlambang sebuah cafe di tangannya. "selamat pagi Vien. Apa kau merindukan bibimu yang paling keren ini?" sapa Diandra seraya menghampiri Vien yang duduk di ruang tengah sambil melihat tv yang Laura sengaja nyalakan dan sedang menampilkan kartun. Laura melihat sahabatnya itu menghujani Vien dengan ciuman sebelum memeluk tubuh Vien erat. "sudah siap untuk bertemu nenek Rea? Dia sangat merindukan Vien yang tampan." Diandra berbicara pada Vien, yang ditanggapi dengan celotehan menggemaskan Vien.

Broken TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang