C H A P T E R 34

982 102 6
                                    

UPDATE!!!

Ayo semua merapat! Siapa yang udah nunggu chapter ini? Mana suaranya?

Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁

Vote comment share

Follow recommend

Love,
DyahUtamixx


Dahi Rome langsung mengerut dalam mendengar pertanyaan yang diajukan Laura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dahi Rome langsung mengerut dalam mendengar pertanyaan yang diajukan Laura. Pria itu terlihat begitu tenang dan seolah tidak tahu menahu apa maksud dari pertanyaan yang Laura ucapkan. Laura menarik napas panjang dan menunjukkan buku diary Shafira di tangannya. “Kau lihat ini? Shafira menuliskan sebuah hal menarik di dalam buku ini. Dan dari perkataan Nicholas baru saja, aku merasa bahwa semua itu benar.”

“Aku sungguh tidak mengerti, Laura. Rencana apa?”

“Rome, aku tidak mau kau berbohong lagi. Kita sudah berjanji untuk mengatakan segala rahasia yang kita miliki. Dan apa? Kau pikir aku buta? Tidak dapat melihat dengan jelas akan apa yang ada di depanku, begitu?”

Rome menggelengkan kepala cepat. “Tidak. Aku sama sekali tidak berpikir kau adalah wanita yang mudah untuk ditipu, Laura.” Dia menarik napas panjang dan melangkah mendekati Laura, meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya lembut. “Kau adalah wanita pintar dan cerdas. Wawasanmu begitu luas dan aku terpesona dengan kelebihanmu itu.” Laura memberikan Rome pelototan tajam. “Kita bicara di tempat lain bagaimana? Vien sedang tertidur aku tidak ingin pembicaraan kita mengganggu tidurnya.” Rome mengangkat tangan Laura dan mencium punggung tangan wanita itu mesra. “kita bisa menitipkan Vien disini lebih lama, dan kita pergi ke suatu tempat untuk bicara berdua. Setuju? Kita bisa bicara di kantorku atau pulang.” Laura menolehkan kepala pada Vien yang sedang tertidur pulas di atas kasurnya. Kemudian menatap wajah Rome sebelum menganggukkan kepala. Sebaiknya dia tidak membawa Vien bersamanya saat ini, karena apapun pembicaraan dirinya dengan Rome nanti, pasti akan berakhir buruk dan itu tidak bagus untuk Vien, mengganggu kenyamanan Vien karena bayi sangat sensitif.

“Baiklah. Aku akan bicara pada kedua orang tuaku.”

***

Tidak butuh waktu lama bagi Laura untuk berbicara dengan kedua orang tuanya. Dia bersyukur Maria dengan senang hati mau merawat Vien lebih lama dan memperbolehkan dirinya untuk meninggalkan Vien hingga esok hari di kediaman Hamilton. Tentu saja bagi Maria itu adalah sebuah kesempatan emas karena bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan sang cucu, apalagi dia sendiri tidak hadir di awal kehidupan Vien, jadi Maria memanfaatkan hal tersebut untuk membentuk ikatan semakin dalam dengan sang cucu.  

Setelah memberikan kecupan dan membisikkan kalimat sayang pada Vien yang masih tertidur pulas, dia meninggalkan kediaman Hamilton dengan Rome. Laura mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan memberikan pesan singkat pada Diandra sebelum kembali memasukkan benda tersebut. Dia menghela pelan dan menyenderkan kepala ke jendela mobil, menatap keluar jendela dengan berbagai macam pikiran mengisi kepalanya. Baik dirinya maupun Rome memilih untuk tidak berbicara. Setidaknya di dalam mobil mereka tidak sendiri, terdapat supir dan salah satu anak buah Rome yang bertugas sebagai pengawal duduk di kursi bagian depan, sehingga itu membuat Laura memiliki alasan untuk tutup mulut.

Broken TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang