C H A P T E R 19

1.8K 217 23
                                    

UPDATE!!!

Ayo semua merapat! Siapa yang udah nunggu chapter ini? Mana suaranya??

Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁

Vote comment share

Follow recommend

Love,
DyahUtamixx

Love,DyahUtamixx

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shafira .... Shafira telah tiada ... kakak tercintanya telah tiada. Laura membekap mulutnya erat dan berteriak sekeras mungkin. Dia menangis dalam kesendirian. Semua begitu kacau balau sejak dirinya kembali kesini. Apakah seharusnya dia tidak kembali? Dadanya begitu sesak. Tidak ada bahu yang bisa dia jadikan sandaran, bahkan Laura belum mengenalkan Vien pada Shafira. Betapa bahagianya Shafira jika tahu telah memiliki keponakan. Laura meraung dan menjambak rambutnya sendiri, begitu sedih dan terpukul dalam memori Shafira. Perlahan Laura menundukkan kepala, memperhatikan gaun pengantin yang seharusnya Shafira pakai, bukan dirinya. Dia terasa seperti telah merebut kehidupan Shafira. Dia seorang adik yang tidak tahu diri.

Laura menarik napas panjang dan mulai melepas gaun yang melekat di tubuh perlahan seorang diri. Seluruh tubuhnya gemetar hebat dan kepalanya mulai pusing karena terus menerus menangis, namun dia tidak bisa menahan luapan kesedihan dan air mata, bahkan butuh usaha ekstra baginya hanya untuk sekedar menurunkan resleting gaun. Ketika akhirnya gaun telah terlepas dan Laura memakai pakaian yang nyaman berupa celana jeans dengan blouse hitam berlengan pendek, dia berjalan keluar dari ruang ganti. Laura sama sekali tidak peduli dengan matanya yang bengkak ataupun penampilannya yang kacau. Dia tidak mau repot-repot tampil sempurna. Suasana hatinya begitu buruk dan penampilan merupakan hal yang kesekian di dalam kepalanya saat ini.

Ucapan Rome menyadarkan dirinya bahwa dia begitu bodoh dan sekarang Shafira telah pergi meninggalkan dirinya sendiri. Mengingat itu, membuat Laura kembali meneteskan air mata, tapi sebisa mungkin dia menahan diri untuk tidak mengeluarkan isakan tangisnya. Dia berjalan menyusuri lorong. Langkahnya begitu pelan dan tertatih karena kakinya begitu lemas, dan karena itu dia harus memegang dinding sebagai bantuan agar tidak jatuh. Air matanya yang tidak dapat berhenti semakin deras saat otaknya memutar kenangan yang dilaluinya bersama Shafira, bahkan disepanjang lorong pun tidak luput dari memori Shafira. Laura akhirnya tidak sanggup melangkah dan berhenti. Tubuhnya bersender di dinding dan dia melampiaskan kesedihannya. Lalu dirinya mulai kembali mengumpulkan tenaga untuk menyelesaikan perjalanannya menuju ruang duduk.

Saat sampai di ruang duduk, dia melihat semua orang telah berkumpul. Terlihat kalau Jordan dan Gideon sedang berdiskusi serius bersama Jeffery serta Rome dengan dua pria lainnya yang salah satu Laura kenal adalah Lawrence. Maria duduk di sofa dengan tatapan kosong masih shock mendengar berita yang baru saja tiba, sedangkan anggota keluarga Hamilton serta Valiente lainnya memilih diam tidak berkomentar walaupun sebagian dari wajah mereka begitu sedih dan terpukul. Laura melangkah masuk dan memutuskan menghampiri Maria. Dia berlutut di sisi Maria, mendongak menatap manik biru yang begitu sedih. "Mama ..."

Broken TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang