A Wattpad Romance Story
DON'T PLAGIARISM! I DON'T HAVE ANY RESPECT FOR SOMEONE WHO COPY MY WORK!
___________
Liburan yang Laura Hamilton lakukan selama satu bulan di Paris, membawanya dalam sebuah pengalaman yang tidak pernah terlupakan. Pertemuann...
Ayo semua merapat! siapa yang udah nunggu chapter ini? mana suaranya!!
oke, langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁
Vote comment share
follow recommend
Love,
DyahUtamixx
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Laura bingung sekaligus gusar pada diri sendiri dengan mata yang tertuju ke layar tv. Saat ini dia tengah menonton acara berita sambil menemani Vien bermain di ruang tengah sebelum bersiap untuk pergi, karena hari ini Laura berencana untuk mendatangi kediaman Hamilton. Semalam dia mendapat pesan singkat dari ibundanya untuk membawa Vien, namun sepertinya dia harus mengurungkan rencananya itu ketika melihat berita yang tayang di televisi. Laura tidak tahu bagaimana bisa berita tentang kematian Shafira serta Rowan diketahui oleh media, padahal dia ingat dengan jelas kalau Rome berkata informasi ini tertutup rapat dan tidak ada yang tahu selain keluarga inti dari kedua belah pihak. Tidak hanya itu saja, di dalam berita itu juga dikatakan bahwa kecelakaan yang terjadi bukanlah murni kecelakaan biasa, namun terdapat unsur kesengajaan. Tubuhnya seketika lemas dan jantungnya terasa seperti berhenti berdetak begitu saja saat mendengar informasi tersebut.
Tidak! Itu tidak mungkin! Jika benar kecelakaan itu adalah unsur kesengajaan, lantas siapa? Siapa yang tega melakukannya? Siapa yang mencoba untuk membunuh? Siapa targetnya? Apakah Rowan atau Shafira? Dan apa alasannya? Dengan tangan yang gemetar, Laura meraih ponsel yang sengaja diletakkan di dekatnya. Dia buru-buru mencari nomor Rome dan setelah menemukan nomor sang suami, dia langsung melakukan panggilan.
Nada sambung pertama.
Nada sambung kedua.
Nada sambung ketiga.
Kemudian panggilannya diakhiri dengan suara operator. Laura mendesis kesal dan mengumpat dalam hati. Dia menurunkan ponsel dan mencoba mengirimkan pesan pada Rome, namun pesannya tidak dibalas, jangankan untuk dibalas, dilihat pun Laura rasa tidak. Dia mencoba menghubungi Rome lagi, namun sama seperti yang pertama, panggilan teleponnya kembali tidak diangkat. Begitupun dengan yang ketiga hingga keenam kalinya. Laura langsung melempar ponselnya kesal. Dia menyerah untuk menghubungi Rome. Kedua tangannya terusap di wajah dengan frustasi. Entah kenapa Laura merasa begitu lelah. Rasanya masalah tiada henti datang silih berganti, bahkan tidak diberi kesempatan untuknya bernapas. Matanya terpejam sesaat sebelum kembali terbuka, menatap layar tv yang sedang menampilkan seorang reporter pria dengan lokasi kejadian kecelakaan sebagai latar belakang. Laura melirik Vien yang masih sibuk dengan dunia yang putra kecilnya ciptakan sendiri sambil sesekali berceloteh dengan mainan yang ada di tangan. Pernikahannya dengan Rome bahkan belum ada dua minggu, namun sudah seperti ini. Laura membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan. Dia begitu kalut dan tidak tahu lagi harus berpikir apa. Pikirannya seketika kosong begitu saja.