A Wattpad Romance Story
DON'T PLAGIARISM! I DON'T HAVE ANY RESPECT FOR SOMEONE WHO COPY MY WORK!
___________
Liburan yang Laura Hamilton lakukan selama satu bulan di Paris, membawanya dalam sebuah pengalaman yang tidak pernah terlupakan. Pertemuann...
Ayo semua merapat! siapa yang udah nunggu chapter ini? mana suaranya?
Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁
Vote comment share
Follow recommend
Love,
DyahUtamixx
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Laura hanya bisa cemberut saat merasakan seluruh tubuhnya nyeri hingga tidak dapat bangkit dari kasur. Dia memberikan Rome pelototan tajam sebelum mengeluh untuk yang kesekian kalinya dengan keras. "kenapa harus aku yang menderita? Lihat! Pria sialan itu bahkan terlihat sehat dan bugar, minus seringainya yang seperti orang aneh." Dia melirik Rome yang memilih mengabaikan protesnya dengan bermain bersama Vien di atas karpet. Laura mengerang dan menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Dia hanya mengenakan kemeja putih milik Rome serta celana pendek, dan itu membuatnya kembali diingatkan betapa merana dirinya saat ini. "Rome!"
"Pria yang kau panggil sialan itu adalah suamimu sendiri dan kau tidak boleh berkata kasar di depan Vien." Laura merasakan matanya berkedut kesal. Sejujurnya dengan semua perhatian serta sentuhan yang Rome berikan padanya cukup untuk membuat Laura lupa dengan kepergian Shafira, membuatnya tidak bersedih, namun disaat dirinya sendirian, dia akan menangis sambil mengingat wajah sang kakak yang dirindukannya. Tentu Rome tidak tahu itu karena dia tidak mau membuat Rome mengkhawatirkan dirinya, lagipula dia harus tetap menjalani hidup dengan baik atau Shafira akan mendatangi mimpinya sambil memberikannya wejangan. "Kau bersantailah, hari ini aku yang akan mengurus Vien."
"Tidak ada hal yang harus kau lakukan?" tanya Laura dengan nada menyelidik.
"Tidak ada."
Laura mengangguk mengerti. Dia menatap layar TV yang sedang menampilkan acara kartun untuk Vien sebelum menoleh ke arah Rome yang sedang bermain dan berbicara pada Vien. Dalam beberapa hari ikatan antara ayah dan anak diantara mereka sudah sangat kuat dan Laura bersyukur melihatnya. Tidak ada penolakan sedikitpun dari keduanya yang membuat Laura bisa bernapas lega. Bahkan bisa dibilang Vien sekarang lebih memilih sang ayah ketimbang dirinya yang sudah mengandung dan melahirkannya ke dunia. Jika Vien tidak melihat wajah ayahnya ketika bangun di pagi hari, putra kecilnya itu akan rewel bahkan lebih rewel dibandingkan sebelum bertemu dengan sang ayah. Apa Vien memiliki suatu perasaan tertentu pada sang ayah karena tidak hadir di awal pertumbuhannya? Laura tidak mau mencari tahu jawabannya karena sekarang saja dia sudah merasakan perasaan bersalah yang amat sangat besar.