21 : Strawberry dan Rasa Lain

17.1K 2.2K 216
                                    

Sinar matahari yang terik membuat Juno sangat kegerahan. Lesnya baru saja selesai siang itu. Tadinya ia hanya berencana setelah pulang dari tempat kursus yang tidak jauh dari kampus, ia kembali ke tempat tinggalnya. Namun, ketika ia berjalan menuju halte, tidak sengaja pandangannya menangkap sebuah cafe kecil di pinggir jalan. Cafe bernuansa biru muda itu menarik perhatiannya, apalagi dengan logo halal seukuran telapak tangan yang terpasang di depan pintu cafe. Tanpa pikir panjang, Juno membuka pintu cafe dan berjalan masuk ke dalamnya.

Nuansa biru muda itu masih memanjakan mata saat masuk di dalam cafe. Angin dingin dari penyejuk ruangan membuat Juno bernapas lega. Juno mengamati suasana di dalam cafe yang tidak begitu ramai siang itu. Mungkin, hanya diisi orang yang kurang kerjaan keluar di cuaca yang sangat panas ini. Atau orang yang tidak punya tempat tujuan saat liburan musim panas. Atau mungkin orang yang tidak sengaja lewat dan tertarik untuk merasakan minuman dingin yang lumayan bisa membuat tenggorokan segar. Atau mungkin sama seperti Juno, yang masuk karena tertarik dengan logo halal yang tercetak besar di depan pintu.

Seorang pelayan laki-laki asli Jepang yang merangkap sebagai kasir menyambut Juno. Pelayan itu terlihat lebih muda daripada Juno. Jika bisa menebak, mungkin ia adalah anak SMA yang sedang bekerja paruh waktu atau hanya sekadar mengisi waktu luang di liburan musim panas. Pandangan Juno sekarang terpaku pada deretan menu yang terpampang di belakang pelayan. Menu yang berisi tulisan hiragana dengan terjemahan bahasa Inggris di bawahnya. Pilihan menu cafe itu tidak banyak, seperti di beberapa cafe Jakarta, sandwich tuna, beef burger, french fries, dan beberapa menu cepat saji lainnya. Juno menatap pilihan es krim dengan berbagai rasa. Rasa strawberry yang berada di urutan nomor dua menjadi pilihannya. Buah strawberry yang ia tahu sebagai buah favorit Kaila.

"Two scoops of strawberry ice cream, please."

Juno sudah bisa berbahasa Jepang dan cukup lancar selama kursus intensif, tetapi masih belum terlalu percaya diri. Sehingga bahasa Inggris menjadi pilihannya selama berada di sini. Jika bertemu dengan orang yang tidak bisa berbahasa Inggris, terpaksa ia mengeluarkan bahasa Jepang dari mulutnya. Walaupun masih terdengar aneh karena berbahasa Jepang dengan aksen Jakarta. 

Pelayan itu mengangguk mengerti dan tersenyum. Setelah melakukan pembayaran dan mendapatkan es krimnya, Juno memilih satu meja yang masih kosong. Sambil membunuh waktu, laki-laki itu mengeluarkan sebuah novel dari tasnya. Sampul buku itu terlihat mulai kotor dengan beberapa halaman yang sudah terlipat untuk menandai bagian-bagian penting. Novel klasik dengan sisi romansa dari abad ke-19 yang sudah beberapa kali Juno baca saat di Jakarta.

"Suka baca novel klasik?"

Juno mengangkat kepalanya begitu mendengar suara berbahasa Indonesia. Gadis berambut pendek berdiri tepat di depan mejanya. Gadis mungil itu mengeluarkan senyuman manis seolah menyapa Juno dengan hangat. Laki-laki itu terdiam beberapa detik, berusaha menggali otaknya, di mana ia pernah melihat perempuan itu.

"Lupa ya? Widi, yang duduk di samping kamu waktu pertemuan mahasiswa Indonesia dua minggu lalu."

Sekarang Juno ingat. Laki-laki itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Maaf, aku lupa."

Widi memberi senyuman singkat. "Boleh duduk di sini?"

Juno menatap perempuan yang sedang menunjuk satu kursi kosong di seberangnya. Sejujurnya Juno baru ingat kalau ia mengabaikan pesan Widi waktu itu. Ia berpikir apa perempuan itu tidak canggung setelah pesannya ia abaikan begitu saja. Namun, kelihatannya Widi juga sendirian di cafe ini. Sangat tidak sopan jika menolak permintaan Widi, padahal mereka sama-sama perantau dari negeri yang sama. Sehingga, perlahan Juno menganggukkan kepala dan mempersilakan Widi duduk di depannya.

JASA PACAR SEHARI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang