19 : Menyerah

17K 2.4K 27
                                    

Ujian demi ujian telah Kaila lalui dengan baik. Nilai-nilainya terus meningkat sejak kelas dua belas. Terlalu terlambat memang. Kaila sadar, sebenarnya kalau ia bertekad dan berusaha ia bisa mendapat nilai yang baik. Seharusnya ia lakukan sejak kelas sepuluh supaya bisa ikut SNMPTN dan mengamankan posisi di bangku universitas lebih dulu daripada siswa yang lain. Nasi telah menjadi bubur, setidaknya sekarang UTBK sudah di depan mata. Itu yang ia harus kejar saat ini.

"Kai! Tanda tangan di sini!" Gami bersorak gembira. Seragam putih abu-abu gadis itu sudah berubah menjadi warna warni penuh coretan identik dengak sorakan gembira karena baru dinyatakan lulus. Gadis itu menunjuk bagian bahu sebelah kanan yang masih bersih, disimpan khusus untuk Kaila.

Kaila memberikan tanda tangan dan pesan singkat di bawah tanda tangannya pada seragam Gami. 

See you on top, Girl.
Break the world! You rock!

Giliran Gami yang memberi tanda tangan di seragam putih Kaila. Kaila membaca sedikit pesan yang dituliskan Gami di bawah tanda tangannya.

Sejauh apa pun jarak,
You're still my bestfriend!

Kaila tersenyum. Dua gadis itu berkeliling ke penjuru lapangan basket dan menemui sesama teman kelas dua belas yang mereka kenal dan saling bertukar tanda tangan atau pesan. Mulai dari teman OSIS Kaila sampai ke teman ekskul badminton Gami, tidak ada yang terlewat. Namun, di antara semua orang itu, ada satu orang yang sangat ingin Kaila hampiri. Laki-laki yang sedang dikerumuni para gadis. Para gadis yang ingin meminta tanda tangan atau mungkin berharap tanda tangannya bisa tertera di seragam laki-laki itu. Siapa lagi kalau bukan Juno. Laki-laki yang seperti gula dengan para gadis yang seperti semut mengelilinginya.

Di sela ributnya kerumunan itu, Juno juga memperhatikan Kaila dari kejauhan. Tatapan dua orang itu saling bertemu beberapa kali. Kaila sempat membeku beberapa detik ketika Juno meminta maaf pada kerumunan para gadis dan memilih untuk menghampiri Kaila. Setelah berbulan-bulan mereka tidak banyak berinteraksi, hanya berinteraksi untuk membicarakan hal penting dan kebanyakan Kaila yang mengajak bicara lebih dulu, tetapi sekarang Juno yang menghampirinya. Langkah Juno yang semakin dekat, membuat Kaila semakin berdebar. Padahal mereka setiap hari bertemu, tetapi Kaila tidak pernah terbiasa dengan keberadaan Juno. Laki-laki itu masih membuatnya berdebar.

Laki-laki yang tersenyum membentuk mata bulan sabit itu memberi tanda pada Kaila, menunjuk salah satu sudut lapangan yang terlihat sepi. Kaila mengangguk dan mengekori laki-laki itu. Keduanya berhenti di sudut lapangan, menghindari keriuhan anak kelas dua belas yang lain. Kaila masih tersenyum kaku, menatap keriuhan teman-temannya, berusaha menghindari tatapan Juno.

"La?" 

Kaila menoleh dan memberanikan diri untuk fokus menatap iris mata hitam milik Juno.

"Mau tanda tangan gue?" tanya Kaila sambil terkekeh, menutupi rasa gugupnya.

Juno tersenyum dan mengangguk.

Kaila sudah membuka tutup spidol warna biru yang sejak tadi dalam genggamannya, dan bersiap memberi tanda tangan di pakaian Juno. Gadis itu menelisik setiap jengkal seragam laki-laki itu. Penuh dengan coretan dan tanda tangan, bahkan Kaila sendiri tidak tahu harus tanda tangan di mana.

"Bukan di sini," kata Juno. Laki-laki itu membuka ransel yang sejak tadi berada di punggungnya. Ia mengeluarkan buku berwarna perak, dengan logo sekolah tercetak timbul di sampulnya. Kaila paham, itu adalah album kenangan dengan isi foto-foto anak kelas dua belas yang baru saja dinyatakan lulus.

"Di album? Kenapa nggak di seragam?"

Juno tersenyum kecil. "Di seragam nggak spesial, semuanya udah pada tanda tangan di sini. Bahkan ada cewek yang gue nggak kenal ikut tanda tangan di baju gue karena maksa banget. Lo beda, di album lebih spesial. Namanya juga album kenangan. Lo bagian dari kenangan SMA gue yang nggak pingin gue lupain."

"Maksud lo? Gue orang spesial buat lo?"

Juno memberi anggukan.

Sial! Kaila tidak mengerti maksud Juno berkata seperti itu apa. Satu hal yang ia mengerti, jantungnya sudah berdegup tidak karuan.

"Ya udah, sini gue tanda tangan. Di mana? Berasa artis banget gue."

Kaila mengira Juno akan meminta Kaila memberi tanda tangan di bagian foto gadis itu, di bagian yang tidak akan terlihat dari depan. Namun, ternyata tidak. Juno meminta tanda tangan Kaila tepat di sampul buku. Ia menunjuk tepat di bagian bawah logo sekolah.

"Hah? Di sini? Yakin?" 

Juno mengangguk. "Iya. Di situ." 

Kaila mulai memberi tanda tangan sebesar ibu jari, kemudian menggigit bibir bawahnya. Pesan apa yang akan ia sampaikan untuk Juno? Apakah pesan supaya Juno tidak boleh melupakannya, tetapi apa hak Kaila? Apa pesan supaya Juno bisa sukses? Tidak spesial sama sekali. Setelah berpikir beberapa detik, Kaila sudah memutuskan apa yang harus ia tulis.

I'm right here!
5778 km away, 2 hours different.

Gadis itu tersenyum pahit. Setidaknya ia sudah mencari tahu jarak dari Tokyo ke Jakarta dari internet. Seharusnya Juno mengerti maksud Kaila. Gadis itu akan selalu ada di sini. Juno bisa datang kepadanya kapan pun ia mau, bisa meneleponnya kapan pun ia mau. Perbedaan waktu dua jam lebih cepat seharusnya tidak menghalangi hubungan mereka. Seharusnya begitu. Kalau saja Juno tidak ingin menghentikan hubungan keduanya di titik ini. Namun, sudah sangat jelas bukan? Juno sudah berkata kalau menganggap Kaila bagian dari kenangan masa SMA nya. Artinya ia akan berhenti di titik ini, walaupun ia berkata Kaila mungkin sedikit lebih spesial di banding teman-temannya yang lain.

Juno menatap album yang baru saja kembali ke tangannya. "La? Maksudnya? Lo tahu kalau gue..." Kalimat itu terputus.

Kaila tersenyum dan sedikit berjinjit untuk bisa berbisik di telinga Juno. "Sukses ya di Jepang!"

Gadis itu berbalik pergi kembali kepada Gami dan teman-temannya yang lain, mencoba tersenyum pada beberapa teman yang menyapanya walaupun perasaannya terasa sesak dan tidak baik-baik saja.

~~~

Kaila
Kak, Juno berangkat besok lusa?
Ini beneran? Aku nggak dibohongin kan?

Kak Jerry
Beneran, Kaila.
Buat apa saya bohongi kamu?

Sejak melepas status sebagai siswa, Kaila tidak berani bertanya pada Juno. Akhirnya, Kak Jerry menjadi target gadis itu. Hampir setiap hari, Kaila bertanya, kapan Juno berangkat. Hingga akhirnya minggu lalu, Kak Jerry memberi tahu Kaila kalau visa Juno sudah selesai diurus. Besok lusa adalah keberangkatan laki-laki itu. Seharusnya bulan Mei masih belum masuk tahun ajaran baru, tetapi Juno harus kursus bahasa intensif selama enam minggu di sana. Walaupun syarat beasiswa di Jepang harus bisa sedikit level bahasa Jepang dan Juno bisa melalui itu, tetapi tetap harus mengambil kursus intensif sebelum masuk masa kuliah.

Kaila
Kak, Juno ada ngomongin
tentang aku nggak sejak kelulusan?

Kak Jerry
Juno bukan orang yang kayak
gitu, Kai. Dia nggak pernah cerita
apa-apa sama saya.

Seharusnya sudah bisa Kaila tebak. Kak Jerry saja tidak tahu kalau Juno menyimpan perasaan untuk Kak Reva. Kaila mendengkus. Kak Reva. Apa pertunangan Kak Jerry dengan Kak Reva turut andil dalam keputusan Juno untuk kuliah di Jepang? Apa Juno ingin menjauh karena tidak sanggup melihat Kak Jerry bersama Kak Reva? Ah, Kaila tidak peduli.

Kaila membuka aplikasi kalender di ponsel lalu membenamkan wajahnya pada bantal. Dua hari lagi adalah hari di mana ia harus tes UTBK. Padahal ia ingin bisa mengantar Juno ke bandara, setidaknya memberi salam perpisahan dengan benar. Kaila menggerutu dalam hati sambil menendang-nendang kasur, sepertinya ia dan Juno memang tidak ditakdirkan bersama. Apa lebih baik ia menyerah saja?

___________________________

Gimana sama part ini? 
Masa SMA berakhir, hidup baru saat kuliah!

JASA PACAR SEHARI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang