2 : Ponsel yang Berdenting

39.9K 4.1K 236
                                    

Kaila mengekori Gami dan Mario di belakang. Ia membawa segelas jus alpukat yang tersisa sedikit di tangan. Setelah selesai makan siang, ketiganya berjalan menuju musala untuk salat. Musala di sekolah tidak terlalu besar. Namun, bukan itu yang membuat Kaila dan Gami agak malas, tetapi tempat wudu yang jadi satu dengan anak laki-laki. Lihat saja itu ada Ciko dan Hugo, si kembar dari kelas dua belas IPS yang sudah menunggu di depan musala untuk mengusili para siswi. Kalau ada siswi yang sudah wudu, ada saja tingkah Ciko dan Hugo untuk menyentuh mereka. Membuat para siswi harus mengulangi wudu. Menyebalkan. Kok bisa ada dua makhluk kayak gitu? Nggak takut kena azab apa ya?

"Kai. Ada si kembar. Males ih," komentar Gami.

"Males boleh, tapi harus tetap salat, Sayang," sahut Mario.

"Emang dua orang usil itu pingin ditimpuk. Lihat tuh, sekarang sok-sokan godain adek kelas. Sengaja banget deh, tungguin di depan orang wudu." 

Setelah jus alpukatnya habis, Kaila sengaja meremukkan gelas plastik itu dan membawanya ke musala. Tiga orang itu mengganti sepatu sekolah mereka dengan sandal jepit.

"Eh, Ciko, Hugo. Kalian jangan resek ya! Kalau lo berdua resek, gue timpuk pakai gelas plastik!"

"Iya! Kalau kalian berdua resek dan bikin gue harus ngulang wudu, gue timpuk pakai sandal musala!" sahut Gami.

Hugo terkekeh lalu melipat tangan di depan dada. "Kalau Gami, boleh lah nggak gue usilin. Ada pawangnya. Kalau Kaila? Gue nggak janji." 

"Lagian sama gelas plastik doang? Gue nggak takut!" sahut Ciko.

"Awas aja kalau lo berani nyentuh gue setelah wudu. Gue sumpahin jadi batu kayak Malin Kundang." Kaila masih bertahan dengan segala kalimat ancamannya.

"Lo bukan emak gue!" celetuk Hugo. Lalu diikuti oleh tawa dari Ciko.

Kaila menggerutu dalam hati. Nyebelin!!

"Harusnya kalian tuh malu. Bentar lagi udah mahasiswa, kelakuan kayak bocah!" gerutu Kaila.

"Man never grows up, baby."

"Boys always be boys!"

"Udah, Kai. Lo ngomong apa juga tetep dibales sama mereka, malah makin menjadi mereka berdua," sahut Mario. Laki-laki itu memimpin jalan untuk mengambil air wudu.

Kaila menyimpan gelas plastik yang sudah diremukkan ke atas dinding. Dinding keran air di tempat wudu hanya setinggi dada Kaila, tetapi bisa dibuat wudu di kedua sisi. Dalam hati Kaila saat berwudu, semoga si kembar sudah pergi. Namun, harapannya sirna karena setelah wudu, Ciko dan Hugo sudah menyeringai horor ke arah Kaila. Dua orang itu sepertinya sudah siap dengan segala serangan untuk membatalkan wudu Kaila.

Ciko melangkah lebih dulu dari tempat duduk di depan musala. Namun, laki-laki itu tidak jadi melangkah. Langkahnya terhalangi. Di depan Ciko kini ada Juno yang sedang mengikat tali sepatu. Sepertinya, Juno baru saja keluar dari musala setelah selesai salat. Melihat itu, Kaila langsung berjalan cepat menuju pintu masuk musala. Langkah Ciko memang terhalangi, tetapi giliran Hugo yang berjalan. 

"Hugo!" 

Juno yang sudah selesai mengikat tali sepatu, kini berdiri di depan dua orang usil itu. Duo kembar itu tidak sebanding dengan dada bidang Juno. Otomatis ketika Juno berdiri, langkah keduanya terhalangi.

"Kunci ruangan PA masih ada di lo?"

Hugo mengerjap beberapa kali ketika mendapat pertanyaan dari Juno. Oh iya, duo kembar usil itu memang satu ekstrakulikuler Pencinta Alam dengan Juno. Makanya mereka kenal. Melihat Juno sedang mengajak ngobrol dua anak itu, Kaila langsung mengambil kesempatan. Ia lari sekencang-kencangnya untuk masuk ke dalam musala.

JASA PACAR SEHARI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang