REASONS (8)

449 64 12
                                    

"Dokter, detak jantung pasien hilang!"

Salah seorang perawat berseru panik, membuat para tim medis kalang kabut berusaha menyelamatkan nyawa pasien mereka.

"Siapkan defibrillator!" perintah Dokter.

"120 joule."

Shock

Tubuh Seola terangkat saat alat kejut jantung itu menyentuh dadanya.

Dokter segera memposisikan kedua tangannya pada dada Seola, melakukan tindakan kompresi dada untuk mengembalikan detak jantung gadis itu.

"200 joule."

Shock

"Pasien kembali."

.

.

.

Bona menatap kosong lantai koridor rumah sakit. Penampilannya tampak begitu berantakan. Noda darah terlihat menghiasi pakaiannya. Ingatannya berputar pada kejadian beberapa jam lalu. Saat ia melihat Seola dalam keadaan yang jauh dari kata baik. Darah yang terus keluar dari tubuh Seola, seketika membuatnya di hantui rasa takut yang luar biasa.

Mengapa kini ia begitu takut jika gadis di dalam sana tak bisa bertahan?

Mata Bona terpejam, bibirnya tidak berhenti merapalkan Doa, berharap gadis yang tengah berjuang di dalam sana akan baik-baik saja.

Bona menoleh saat mendengar langkah tergesa seseorang yang mendekat. Ia melihat Dawon yang datang dengan wajah yang sudah basah karna air mata.

Bona segera beranjak, ia menahan Dawon yang tampak akan masuk ke dalam ruang operasi.

"Lepaskan! Aku harus melihat kakakku!"

Dawon memberontak, ia memaksa masuk untuk melihat Seola di dalam.

"Dawon-ah geumanhae."

Suara Bona terdengar bergetar, ia mencoba membawa tubuh Dawon ke dalam dekapannya. Bisa ia rasakan, tubuh dalam dekapannya itu bergetar hebat.

Tangisan Dawon terdengar begitu memilukan, membuat Bona semakin mengeratkan dekapannya.

"Gwenchana, dia akan baik-baik saja." ucap Bona lirih. Berusaha menenangkan Dawon, meski ia sendiri tak yakin dengan apa yang ia ucapkan.

Untuk kedua kalinya, Dawon harus kembali di hadapkan dengan rasa takut akan kehilangan. Ketakutan ini, sama seperti saat ia kehilangan Ibunya. Namun kali ini jauh lebih menakutkan.

Hanya Seola, satu-satunya keluarga yang ia miliki.

Mengapa harus kakaknya?
Mengapa Tuhan seolah tak berhenti merenggut kebahagiaannya?

Tangis Dawon pecah dalam dekapan Bona. Ia sadar siapa yang memeluknya saat ini. Dawon tak menolak, ia justru membalas dekapan Bona. Menyalurkan kesedihannya pada gadis yang tak lain juga kakaknya.

Pintu ruang operasi terbuka. Dawon lebih dulu melepas dekapannya lalu bergegas mendekati Dokter.

"Dokter, Kakakku... bagaimana keadaan Kakakku?"

Dokter pria itu menatap sejenak pada Dawon, lalu beralih menatap Bona. Raut wajahnya tampak sendu. Apa yang akan ia sampaikan bukanlah kabar baik.

"Pasien mengalami patah tulang belakang. Kemungkinan buruknya kakakmu akan lumpuh."

Dawon menggeleng dengan air mata yang semakin mengalir deras.

"Dua tulang rusuknya retak karna tindakan kompresi dada yang kami lakukan berkali-kali. Pasien sempat pergi beberapa detik."

REASONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang