BAB 4

163 24 3
                                    

Yami baru menyadari kalau ia memiliki sebuah tato punggung dengan namanya sendiri, bodohnya ia malah menanggapi sahutan biarawati itu, sepersekian detik Yami langsung terpikir sesuatu, disaat perempuan itu terlihat kebingungan.
"Kau bilang apa barusan?" Yami langsung menghampiri Charlotte.
"A-aku hanya melihat tato di punggungmu, ada tulisan Yami disana" jawab Charlotte berhati hati.
"Benarkah?,Bisa kau ulangi lagi?" ujar pria itu.  
"Ya-mi..". Pria itu semakin mendekat kearah Charlotte.
"Ucapkan sekali lagi nona" bisiknya. Charlotte sedikit gugup dan matanya berkedip lebih cepat.

"Yami" kata Charlotte.  
"Kenapa itu terkesan familiar.." ucap pria itu mendramatisir sambil menggosok gosok kepalanya.
"Apa mungkin namamu Yami?, saat aku memanggilmu kau langsung menyahut" kata Charlotte.

"Apa mungkin namaku Yami?" ujar Yami  berpura pura.

"Itu mungkin saja tuan, walaupun anda hilang ingatan , tapi ada beberapa hal yang mungkin anda ingat, contoh nya saja nama anda" kata Charlotte.

Charlotte mendekat perlahan sambil, sedikit menjaga jarak dengan pria itu.
"Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Yami, kita belum berkenalan sebelumnya, namaku Charlotte, aku seorang biarawati, untuk sementara, kau tinggal dirumah ini bersamaku"

"Keadaan di pulau ini begitu terbatas, jadi mungkin kau harus beradaptasi dengan kondisi ini." Ungkap Charlotte.

"Aku akan membagikan makanan pada warga sekitar, apa kau mau ikut?" tanya Charlotte.
Yami terlihat ragu ragu sambil pura pura berpikir.
"Entahlah nona, aku merasa pusing" keluhnya.
"Baiklah, tidak apa apa, sebaiknya kau beristirahat saja, aku memasak untuk makan malam, kalau kau lapar kau bisa.." belum selesai Charlotte berbicara, Yami langsung masuk ke dalam menuju dapur, pria itu langsung menyantap makanan yang ada di meja.

" Rasanya Enak.. ini kau yang masak?" tanya Yami.
"Ya.." Charlotte sedikit tersenyum, ia sangat senang jika ada orang lain yang menyukai masakannya, sepertinya Yami juga begitu kelaparan sampai menambah makanan beberapa kali.
"Baiklah aku akan pergi sebentar"

***

Charlotte memberikan makanan yang ia masak dari rumah ke rumah, Pendeta mengatakan bahwa pulau hage mendapat bantuan pangan dari pihak gereja dan bantuan lain dari pemerintah. Dana itu digunakan semaksimal mungkin untuk kebutuhan masyarakat. Rata rata penduduk dipulau hage didominasi kaum perempuan, hanya sedikit saja pria yang tersisa karena kaum pria dari pulau hage tewas saat perang.

Charlotte memasuki sebuah rumah kecil milik keluarga Claude, keluarga ini sudah kehilangan kepala keluarga, hanya ada nyonya Claude dan 7 orang anak yang masih kecil kecil.
"Permisi, nyonya Claude, boleh aku masuk?" kata charlotte.

"Masuklah sister, pintunya tidak dikunci". Charlotte disambut oleh ke 7 anak nyonya Claude yang begitu manis, sepertinya anak anak tahu kalau Charlotte akan membagikan makanan, mereka semua berbinar binar tak sabar untuk menyantapnya.

"Aku datang membawa makanan"
"Oh terimakasih sister, ngomong ngomong apakah hari ini daging panggang?" tanya Nyonya Claude .

"Hanya pasta dan sup"
Charlotte duduk didekat perapian sambil menghangatkan diri.
"Aku dengar pria asing itu tinggal dirumahmu?"
"Ya, dia tinggal dirumah singgah, anda tau darimana?" tanya Charlotte
"Gosip menyebar lebih cepat, yah mau bagaimana lagi, keadaan disini begitu sulit. Tapi kau tidak apa apa kan?"

"Tentu saja tidak apa apa, nyonya Claude" ujar Charlotte yang sedikit ragu dengan ucapannya sendiri.
"Ya, menurutku semua akan baik baik saja, lagipula kau seorang biarawati, dia tidak akan mungkin macam macam padamu, apalagi dengan kondisi yang amnesia".

***

Charlotte kembali ke rumah saat hari sudah gelap, ia begitu kedinginan dan kakinya terasa beku. rumah juga terlihat gelap, mungkin Yami tidak tahu cara menyalakannya.
"Aku pulang.." kata Charlotte.

"Kau sudah pulang nona?, mengapa kau lama sekali?" tanya Yami
"Iya, aku harus memberikan makanan ke setiap rumah, waktunya memang cukup lama"
" Aku cukup khawatir padamu, kau pasti belum makan nona, aku sudah menghangatkan makanan yang kau buat" kata Yami.

"Oh, sungguh, kau baik sekali, baiklah aku akan makan, aku sudah cukup kelaparan"  Charlotte segera menyantap makan malamnya.
"Seharusnya kau bilang padaku, kalau perlu sesuatu. Maksudku.. memberikan makanan ke setiap pintu rumah, pasti cukup berat"

"Tidak apa apa Yami, aku sudah terbiasa, lagi pula kau masih sakit" ujar Charlotte.

"kapan kapan kau bisa memanggilku jika perlu sesuatu, apapun itu sister Charlotte aku akan bersedia untukmu".Ucapan Yami membuat Charlotte terhenyak, perempuan itu langsung malu dan semburat kemerahan tak bisa ia tutupi dari wajahnya.

"Te-terimakasih Yami".

Yami tersenyum di sudut bibirnya saat melihat reaksi Charlotte, baru di goda sedikit perempuan ini langsung tersipu, Ia berani taruhan pasti perempuan ini tidak pernah disentuh pria,mungkin sejak lahir memang dia ditakdirkan menjadi biarawati, sehingga  tidak pernah berinteraksi dengan pria. Anehnya  setiap kali ia mendekat, Charlotte selalu bersikap waspada dan wajahnya kemerahan.

Jangan jangan dia ini masih perawan.

Setelah menghabiskan makan malamnya, Charlotte segera bersiap untuk istirahat, ia harus segera tidur malam ini karena besok ia harus  mempersiapkan upacara pemberkatan.
Baru saja ia merebahkan tubuhnya di ranjang, Charlotte dikejutkan dengan sosok lain yang ada dibelakangnya.

" Ya-yami... apa yang kau lakukan?!"

"Ada apa sister Charlotte?, aku pikir kau tidak keberatan jika tidur bersamaku" ujar Yami.

"Bukankah ada kamar disebelah, mengapa kau malah tidur dikamarku..."

Yami bersikap masa bodoh, ia melanjutkan tidurnya di kasur.

"Aku lebih nyaman disini, lagi pula aku memang sebelumnya tidur disini, kamar sebelah lebih sempit" tutur Yami.

Charlotte semakin gugup saat menyadari kedekatan keduanya, ini sama sekali tidak benar,

"Yami, aku tahu kau sebelumnya tidur dikamar ini, tapi.. sebenarnya ini adalah kamarku. Tapi jika kau ingin menempati kamar ini, baiklah.. aku akan pindah" tutur Charlotte.

"Mengapa harus pindah sister Charlotte, aku tidak keberatan berbagi ranjang denganmu" ujar Yami.

"Ti-tidak!, Yami itu sangat tidak benar."

Charlotte segera beranjak dari ranjang dan buru buru pergi menuju kamar sebelah. Charlotte menyentuh dadanya sendiri yang terasa berdebar kencang. Apa pria itu memang tipikal pria yang tak tahu malu?, mengapa dia bertindak cenderung sesukanya. Oh Ya Tuhan.. ia sungguh tidak tahu harus bagaimana.

TBC

UnhollyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang