27. Benar Sakit?

6.9K 1.1K 202
                                    

Akhirnya. Jangan lupa yang ini ramein juga ya loph🥰

🤼‍♂️🤼‍♂️

"Nggak perlu minta maaf ulang ke orang yang nggak bisa hargain kita."

Salsa belum sempat berpikir saat tubuhnya kembali dihela Albert untuk menuju salah satu meja. Ia nurut kala Albert menarik satu kursi untuknya duduk. Hatinya masih resah. Ada yang tidak beres tapi ia tidak mampu menerka.

"Makan dulu, Sal. Nanti baru omongin yang tadi kalau emang lo mau cerita tentang itu." Albert menawarkan telinganya untuk semua keluh kesah Salsa.

Baiklah, Salsa memang tidak perlu berpikir sejauh itu. Niat Ningrum pasti hanya menjodohkan. Wajar di kalangan konglomerat demi menjaga aset bisnis kan? Jadi Salsa mulai meraih alat makan. Dipandanginya piring di meja dan mengernyit. Oh, ada steak ya? Kenapa tadi ia tidak melihat? Atau mungkin letaknya di buffet paling pojok makanya Albert sempat ambil saat menuju ke tempat minuman. Sedangkan Salsa belum ke arah sana.

Tidak berbeda dengan pemikiran Salsa, Albert juga termenung. Ia hanya ambil satu steak karena berpikir Salsa sudah ambil juga di pojok lain. Ia tahu betul Salsa tidak akan melewatkan makanan satu itu jika tersedia.

"Loh, sejak kapan lo nggak suka steak, Al?" Salsa jadi bingung saat Albert memajukan sepiring steak ke hadapannya.

"Siapa bilang nggak suka?" Albert ikut meraih alat makan.                    

"Ini," tunjuk Salsa ke piring di hadapannya.

"Bukan gue nggak suka. Tapi lo lebih suka." Albert tersenyum.

Salsa membeku. Ia menatap intens ke Albert yang ada di hadapannya. "Lo mau dijodohin, Al."

Albert menaikkan alis, tidak heran sebenarnya. Salsa memang tidak pernah bisa menunda untuk membahas sesuatu yang mengganjal pikiran. Cuma ia tidak menyangka kalau topik yang pertama dibahas justru perjodohan. Ia kira tentang ketidaksukaan Ningrum ke Salsa. "Dijodohin itu kalau kedua pihak keluarga setuju. Lo denger sendiri tadi Mama bilang apa. Keluarga gue percaya penuh sama lo."

Astaga, Salsa jadi sadar ke mana arah bicara mereka. Ia segera meralat. "Maksud gue ... tadi apa-apaan kok lo bilang gue calon istri? Tante Valencia kan ngira beneran, Al!"

Terlambat banget bahasnya, batin Albert. Padahal sejak mereka ke balkon juga Albert sudah memperkenalkan Salsa sebagai calon istri. Malah baru protes sekarang.

"Lagian lo terima aja kali dikenalin sama cucunya beliau," saran Salsa, malah antusias sampai memajukan tubuhnya agar lebih condong ke Albert. Meneliti ekspresi lelaki itu dari jarak dekat. "Lo pasti mau kan?"

Albert meletakkan kembali alat makan ke tempat semula. Ia ikut ke arah mana obrolan Salsa. Ditumpukannya dua lengan di meja dan balas menatap Salsa. "Gue nggak mau."

Salsa mendengus. "Pasti mau kok. Boong lo di depan gue," kekehnya. "Apalagi cucunya beliau pasti masih muda banget. Cocoklah."

"Gue udah bilang nggak mau tadi, Sal."

"Lo jomlo berapa tahun sih, Al? Masih nggak pede buat pedekate?"

Albert berdecak, tidak habis pikir dengan pertanyaan Salsa. Tidak percaya diri buat pendekatan katanya? Lalu apa yang ia lakukan selama ini ke Salsa sampai memutus urat malunya sendiri, kalau Salsa tidak menerima kodenya sebagai sebuah pendekatan?

"Gue jomlo 9 tahun, gue udah pernah bilang nggak ada perempuan lain setelah putus dari lo. Dan gue udah berani pedekate."

Salsa mengangguk-angguk tapi terlihat ragu. "Bagus deh kalo lo belajar pedekate. Siapa tau nanti ketemu cewek itu langsung luluh sama cara lo treat dia dari awal pertemuan."

Terjebak Ex ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang