46. Mendidik Anak

7.9K 1K 313
                                    

Ini panjang lagiiiiii.

Ada clue, jangan di-skip yaa. Siapa tau yang nebak-nebak bener nanti disamperin sama Mr. Pororo atas titahnya Mas Albert🗣️

🤼🤼

"Mas, kondomnya!"

Albert makin panik. Ia cepat masuk ke mobil dan mengerang saat kepalanya terantuk atap. Jelas sekali di dalam mobil, ia dengar tawa yang terus berderai dari Salsa. Albert tidak hanya panik tapi malu. Ia menoleh ke orang yang masih berlari mengejarnya. Tangan Albert jadi tremor, keringat dingin mendadak membanjiri pelipis. Kunci sudah diputar bersamaan mesin mobil yang menyala.

"Mas, Mas. Ini. Halo." Tok tok tok. Susul lelaki tadi yang mengetuk kaca di samping Albert.

Tapi gerak Albert terlalu cepat, hingga kini ia sudah melajukan mobil mendadak. Bahkan mengakibatkan sedikit lonjakan saat menginjak pedal gas dengan kuat.

"Astaga. Bentar, jangan cepet-cepet nyetirnya, Al. Aku nggak kuat ketawa."

Benar kan, Albert sudah menduga. Meski ia tidak berniat menceritakan, Salsa tahu sendiri dari teriakan tadi. Bukan hanya bikin heboh seisi minimarket, orang-orang yang di luar, pedagang makanan di depan minimarket, tapi sampai tukang parkir juga dengar!

"Al, ya ampun. Ber ... henti ... dulu!" Saking tidak kuatnya ketawa, tubuh Salsa limbung ke kanan. Tangannya memegangi perut karena tawa yang dirasa seakan bisa membuatnya kram. Kakinya sampai naik ke jok mobil.

Tapi Albert menolak berhenti. "Nanti kalo dia masih ngejar gimana?" tanyanya panik.

"Al ...." Sumpah, Salsa tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi. Tawanya terdengar menggema makin keras. "Mukamu itu, lucu ... banget."

Albert mendelik ke arah Salsa. Ia menelan ludah susah payah. Matanya nyalang bergantian antara fokus ke jalan, lalu ke belakang. Ada banyak mobil dan motor. Apa di antara mereka ada yang mengejar Albert masalah kondom tadi?

"Albert ... berhenti dulu. Tolong," mohon Salsa. Ia beneran tidak kuat dibawa jalan meskipun di dalam mobil. Soalnya jalanan kecil itu tidak begitu rata dan kadang bergelombang. Perut Salsa makin sakit.

Fokus Albert terpecah. Panik dan khawatir karena muka Salsa sudah memerah meski masih tertawa. Dengan ucapan lirih meminta berhenti, sudah pasti Salsa serius. Pelan-pelan Albert menepikan mobil di ruang kosong sisi jalan.

Begitu mobil berhenti, Albert menoleh ke Salsa. Muka merah dengan mata merebak membuatnya khawatir. "Kamu nggak apa-apa, Sal?"

Salsa yang mendengar itu justru terkekeh. Ia mengusap matanya yang berair. "Harusnya aku yang tanya kamu!" tawanya meledak lagi.

Albert berdecak. Ia kembali menghadap depan dan menepuk setir beberapa kali dengan jarinya. Panik masih bersarang, apalagi melihat kendaraan-kendaraan di belakangnya. Kalau ia sempat divideo, atau plat mobil yang jelas ada inisial namanya itu tertangkap kamera nanti diviralin dengan headline memalukan gimana?

"Balik lagi gimana, Al? Aku ambilin deh kondomnya. Sayang banget udah dibeli tapi nggak diambil," kata Salsa, masih sedikit menyisakan tawa.

"Sal." Suara Albert terdengar lirih. Mukanya sudah pucat.

Salsa terkekeh. Perutnya agak sakit. Tubuhnya bahkan masih meringkuk menghadap kanan. Ia meredakan tawanya pelan-pelan. Terlalu lemas untuknya berubah posisi. Ia hanya menyandarkan pipi kanannya di kepala jok, menatap Albert dari samping.

Kasihan juga, pikir Salsa. Sudah dibilang, Albert itu laki-laki paling lurus, seingatnya dulu. Kalaupun pernah menyeleweng pasti akan sangat lama menuntaskan rasa bersalahnya. Hal itu yang membuat Salsa bersikap seolah tidak keberatan dengan percintaan mereka semalam.

Terjebak Ex ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang