32. Déjà vu

7.2K 1.1K 425
                                    

Asyiiiikkkkk.
Kenapa asyik?
Ya asyik aja🥴

COBA KOMEN DULU DI SINI PAKE EMOT PERTAMA DI KEYBOARD KALIAN!

(Oke sip, silakan disantap ex-nya🤤)

🤼‍♂️🤼‍♂️

"Apa ... Salsa bermalam sama kamu?"

Albert terdiam untuk menata kalimatnya. Tidak akan ia bohong pada Widya. Hanya saja, jika ada salah kata pasti kesan yang ditangkap berbeda. "Tante, aku—"

"Kalian sudah dewasa. Tau apa yang terbaik untuk kalian. Kalau itu privasi, kamu nggak perlu jawab." Terdengar helaan napas di seberang sana. Sepertinya Widya tahu tanpa Albert harus memberikan jawaban. "Albert beneran serius sama Salsa kali ini?"

Albert memejamkan mata. Ia serius, dari dulu maupun sekarang. Tapi perbedaan rentang waktu dulu dan sekarang sangat jauh. Keseriusannya kali ini bukan hanya kalimat menenangkan dari remaja SMA demi membuat sang pacar yakin. Lebih dari itu, Albert benar-benar ingin membahagiakan Salsa dengan seluruh waktunya.

"Tante harap, Albert masih ingat waktu pertama kali ke rumah Tante demi ketemu Salsa yang pulang dini hari setelah izin nonton ke bioskop, tapi keadaannya berantakan. Sakit, nangis nggak berhenti, dan nggak mau masuk sekolah beberapa hari."

Kalimat itu seperti belati yang menggores tepat di ulu hati. Sakitnya menjalar sampai sedalam-dalamnya. Napasnya perlahan makin sesak. Itu saat-saat di mana Salsa baru melepaskan keperawanan, dan Albert pergi tanpa penjelasan.

"Kalian sudah dewasa." Widya mengulangi kalimatnya lagi. "Tugas Tante hanya mengingatkan. Apa pun yang kalian lakukan, Tante harap kamu ataupun Salsa sudah mengerti konsekuensinya ya, Nak. Kalau sudah siap menanggung semua, keputusan tetap ada di tangan kamu dan Salsa."

Albert baru menyadari dari kalimat Widya tadi, bahwa mungkin ... ibu dari perempuan yang ia cintai itu sudah tahu apa yang ia lakukan dulu. Albert yakin Salsa tidak akan menceritakan sejauh mana hubungan mereka dulu. Tapi naluri seorang ibu memang tidak bisa ditepis. Widya tahu hanya dengan melihat gerak-gerik anaknya setelah ditinggalkan Albert.

"Aku belajar dari kesalahan yang dulu, Tan. Maaf kalau masih banyak kelirunya. Tapi aku serius sama Salsa." Akhirnya Albert mengucapkan tanpa terbata, meski harus menunggu cukup lama.

"Tante percaya sama kamu. Kamu anak baik. Titip Salsa sebentar ya, Al. Tante masih belum bisa balik ke rumah. Sebenernya khawatir sama Salsa, tapi selama kamu jaga dia, Tante percaya."

Albert tersenyum kecil, sesak di dadanya sedikit berkurang. Restu seperti ini yang membuatnya merasa dipercaya. Sedari dulu, pihak keluarga Salsa selalu memercayainya. Justru dari keluarganya sendiri yang terkadang tidak meyakini kalau Albert mampu lakukan yang terbaik. Setidaknya itu sudah berlalu. Albert sudah mendapat restu dari dua belah pihak. Restu dari papanya apalagi. Albert yakin saat papanya mau menganggapnya kembali, itu artinya juga sebuah kepercayaan besar sudah diberikan di bahunya. Papanya tidak pernah salah menetukan sikap.

"Albert, Tante boleh pastikan satu hal?"

"Iya, Tan?"

Hening cukup lama. Albert mengernyit sebentar saat ada suara lain yang terdengar. Suara lelaki. Dan Widya menanggapi juga, meski—Albert menyadari ini—suara Widya sedikit melirih. Seperti berusaha agar percakapan itu tidak sampai pada Albert.

"Tante?" Albert berusaha meyakinkan apa pendengarannya keliru.

"Begini ...." Widya sudah kembali ke sambungan telepon. "Tante pulang lusa."

Terjebak Ex ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang