Rosé memandangi pantulan dirinya dalam cermin meja rias berukuran besar. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini perut Rosé semakin membesar. Rosé mengusap perutnya pelan, ia bangga pada dirinya karena memilih mempertahankan kandungannya. Walau begitu, ia tetap merasa cemas.
"Hari ini cuacanya lagi cerah loh. Kalian sedang apa di dalam perut mommy, hm?" monolog Rosé masih dengan mengusap perutnya.
"Eh, siapa nih yang nendang perut mommy? Kakak ya? Atau adek? Wah ada yang balas nendang nih."
Dapat merasakan pergerakan calon bayi-bayinya, membuat suasana hati Rosé membaik. Ia tersenyum senang. Sungguh ia tak sabar ingin melihat kedua anaknya lahir.
"Apapun yang terjadi, mommy akan berusaha sekuat tenaga mommy untuk melahirkan kalian, nak."
TING TONG
Bel apartemen berbunyi. Rosé buru-buru bangun dari duduknya, keluar kamar lalu membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, ada seorang wanita bersama seorang anak laki-laki di sana.
"Kok gak bilang dulu, mom?"
"Mommy ingin menjenguk anaknya sendiri, boleh dong kapan aja datang?"
Rosé tersenyum lalu berkata sembari mempersilahkan wanita dan anak laki-laki itu masuk ke dalam unit apartemennya. Rosé ingin membantu barang bawaan wanita itu namun tidak diperbolehkan.
"Untuk apa semua ini, mom?"
"Sebentar lagi kamu lahiran. Mommy gak mau putri mommy terlalu kecapean belanja ini itu. Jadi mommy beli bahan makanan yang banyak untukmu."
"Thank you, mom."
Wanita yang dipanggil mom itu tersenyum lalu mulai membereskan barang bawaan yang ia bawa ke dalam kulkas dan lemari persedian makanan.
Ya, wanita itu adalah ibu Rosé. Ia sering sekali membelikan Rosé bahan makanan dan minuman. Dalam satu bulan bisa dua sampai tiga kali. Omong-omong ibu Rosé bernama Jiah.
"Liat keponakanku ini. Sibuk banget main game," ucap Rosé sembari duduk di samping anak laki-laki yang ia sebut sebagai keponakan.
Rosé dan anak laki-laki itu duduk di sofa depan televisi. Sedari Rosé dan Jiah berbincang, anak laki-laki itu sibuk dengan ponselnya.
"Ah aku kalah!" pekik anak laki-laki itu.
"Ini gara-gara tante," lanjutnya.
"Loh, aku?"
"Iya, aku kesal!"
Anak laki-laki itu menyimpan ponselnya sembarang di atas sofa. Lalu memangku kedua tangannya di depan dada. Raut wajahnya terlihat kesal. Namun hal itu membuat Rosé tersenyum.
"Gemesin deh."
"Jangan merusak rambutku!"
"Kalau marah nanti gantengnya hilang, loh. Oh iya, apa kamu gak mau sapa calon rivalmu ini, Vernon?"
"Ha?"
Anak laki-laki yang bernama Vernon itu langsung menatap Rosé heran. Ekspresi wajahnya benar-benar menggemaskan, begitu pikir Rosé.
"Mereka yang ada di sini," balas Rosé sembari menunjuk pada perut besarnya.
"Apa mereka benar-benar akan jadi rivalku?"
"Tentu," goda Rosé.
"Apa aku akan terlupakan?"
"Bisa dibilang begitu," Rosé sangat suka menggoda keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Twin - Asahi Ryujin
Fanficft. Yoongi Bagaimana jika kamu bersama saudara kembar yang kamu benci, dikirim liburan ke sebuah desa yang jauh dari ibu kota, susah sinyal dan hanya menggunakan fasilitas terbatas? Begitulah yang harus dijalani oleh Asahi dan Ryujin selama libur ku...