Dengan langkah kaki berat, Asahi berjalan sembari menggenggam jemari tangan Ryujin memasuki ruangan Yoongi. Asahi membantu Ryujin untuk duduk di kursi samping ranjang. Kemudian dirinya berdiri di samping Ryujin. Asahi juga mengusap punggung Ryujin pelan agar adiknya merasa lebih tenang.
Banyak yang ingin Ryujin ungkapkan, namun saat ini mulutnya seperti terkunci. Ia tak sanggup berkata apapun. Melihat kondisi Yoongi yang terbaring lemah seperti ini membuat hatinya sakit sekali.
"Ryu."
"Gue gak bisa, Sa."
"Gue yakin papah bisa denger, naluri gue bilang gitu. Gak ada yang tau satu menit ke depannya bakal gimana. Jangan sampai lo menyesal, Ryu."
"Lo duluan, Sa," balas Ryujin sembari bangun dari duduknya lalu berjalan menuju sudut ruangan.
Asahi mengerti, ia pun tidak bisa memaksakannya. Ia membiarkan Ryujin siap dengan sendirinya. Kini Asahi duduk di kursi lalu memandangi wajah pucat ayahnya.
"Aku bertanya-tanya, darimana asal wajah gantengku ini? Ah ternyata dari papah," Asahi berucap sembari tersenyum tipis.
"Tau gak, pah? Aku bangga punya papah, walau sebelumnya sempet kesel. Nenek udah cerita kalau dulu papah gak pernah mau aku sama Ryujin lahir. Terus apa yang bikin aku bangga? Papah akhirnya ikhlas menerima takdir yang Tuhan berikan. Papah merawat, menjaga, membesarkan aku dengan kasih sayang papah."
"Wah aku bisa ngomong sepanjang itu? Um, masih banyak hal yang ingin aku bilang sama papah. Tapi pah..."
Asahi menghentikan ucapannya. Ia menatap lekat wajah Yoongi. Asahi menyentuh lengan Yoongi lalu tersenyum setelahnya.
"Maaf karena aku terlambat mengabulkan permintaan papah. Sesuai keinginan papah, aku akan menjaga Ryujin. Aku butuh papah, Ryujin juga butuh papah. Tapi aku harus ikhlas. Mari kita bertemu di lain waktu, pah."
Setelah berkata begitu, Asahi mengusap lengan Yoongi pelan. Mungkin untuk melakukan tak segampang saat diucapkan. Namun sesungguhnya pemilik sejati Yoongi bukanlah dirinya ataupun Ryujin, melainkan Tuhan. Seperti saat Yoongi menyadari dan mengikhlaskan cinta terindahnya kembali kepada sang pencipta.
Egois, Asahi ingin merubah sifat tersebut. Bukan ia tak ingin Yoongi sembuh. Namun lebih dari itu, Asahi tidak bisa melihat Yoongi menderita.
Asahi bangun dari duduknya lalu berjalan menghampiri Ryujin. Perlahan tapi pasti, akhirnya Ryujin mengikuti perkataan Asahi. Kini ia sudah duduk di kursi kembali.
"Lo harus tegar, Ryu. Buka hati lo selapang-lapangnya."
Asahi mengusap rambut Ryujin sebelum ia keluar dari ruangan Yoongi. Ya, ia ingin memberikan waktu untuk Ryujin mengungkapkan apa yang ingin ia sampaikan pada ayah mereka.
Lima menit berlalu, Ryujin masih saja duduk terdiam. Tatapannya kosong, ia melihat ke arah Yoongi namun pikirannya entah dimana.
Sampai akhirnya tiba-tiba dadanya terasa sesak, air mata Ryujin jatuh juga. Tidak ingin membuat keributan dengan tangisannya, Ryujin menahan suara tangisnya namun hal itu justru menambah sesak di dadanya.
Lima menit Ryujin menangis dalam diam, lima menit selanjutnya Ryujin mengatur deru nafas dan perasaan kacaunya. Sampai akhirnya ia mulai berbicara.
"Pah."
Terjeda, Ryujin menjeda ucapannya. Alasannya tentu ia tak sanggup melakukannya, tapi ia ingin menceritakan banyak hal pada Yoongi.
"Aku tau ini kurang pantas, tapi aku ingin menagih janji papah. Boleh, pah? Baru kemarin sore papah janji bakal nemenin aku setiap hari liat sunset. Apa besok kita bisa liat bareng, pah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Twin - Asahi Ryujin
Fanfictionft. Yoongi Bagaimana jika kamu bersama saudara kembar yang kamu benci, dikirim liburan ke sebuah desa yang jauh dari ibu kota, susah sinyal dan hanya menggunakan fasilitas terbatas? Begitulah yang harus dijalani oleh Asahi dan Ryujin selama libur ku...