Kecewa

46 20 20
                                    

Cantik itu relatif, kalau bukan dari sananya mungkin dari dananya. Mikaila itu cantik, walau bukan karena keduanya.

~Asheema Isyaroh~

"...."

"Ana butuh bantuan," desah Mikaila dengan tatapan sendu

Sheema mengeryitkan dahi dan menatap lekat lawan bicaranya, "bantuan? Apa?" Tanyanya serius.

"Ana butuh anti ...." lirih Mikaila yang kemudian beratensi ke arah lain.

"Ana selalu ada buat anti, katakanlah," desak Sheema dengan nada merendah.

Mikaila menghela nafas perlahan dan menggigit bibir bawahnya, ia merasa Sheema tidak akan sanggup.

Sheema meletakan tangannya melingkari punggung Mikaila, bola matanya ia dekatkan dengan retina sahabatnya.

"Mikaila, jangan ulangi kebiasaan ini. Apa kau ingin membuatku gentayangan karena perkataanmu yang selalu di gantung?" sebal Sheema.

Mikaila memalingkan pandangannya, "maaf," ucapnya merunduk.

"Andai anti bersedia temani ana beberapa hari lagi di sini ... apa anti sanggup?" Kali ini Mikaila bernada serius.

Sheema terkejut, jelas ia menolak permintaan konyol Mikaila. Terlihat dari raut wajahnya yang berubah masam 180 derajat celcius.

"Ana yakin anti gak sanggup, Ma. Sekali lagi ana meredupkan senyum yang terbit pagi ini," cicit Mikaila.

"Terlambat, Mikaila. Keluarga ana sudah bersiap dan akan berangkat hari ini," tukas Sheema.

Mikaila sedikit kecewa, Sheema merasa bersalah.

"Maaf," lirih Sheema sembari menyatukan kedua telapak tanggannya.

"Dalam persahabatan tidak ada permintaan maaf dan ucapan terimakasih," tutur Mikaila.

"Iya ... iya ... tapi, kamu maafin aku kan, Mikaila?" Tanya Sheema meyakinkan.

"Tentu saja!" Seru Mikaila dengan wajah berseri.

"Kalau gitu ikut ana," Sheema mencekal lengan Mikaila dan menariknya kemudian merangkulnya.

"Eh ... kita mau kemana?" rintih Mikaila.

"Sekarang, mubtada khobar ini sedang menjadi na'at man'ut," girang Sheema dengan langkah yang tak terhenti.

Mereka berdua berjalan mendekati gerbang yayasan, sepertinya Sheema akan membawanya ke luar asrama.

***

"Kamu cantik," puji seseorang dalam gumamannya.

"Siapa yang cantik?" Decak Al, ia mengerucutkan bibirnya karena menduga sahabatnya meledeknya.

Pemuda itu melayangkan pandangannya ke arah gedung asrama sebelum berburuk sangka, tidak ada siapapun di balkon asrama putri dari lantai dua dan tiga.

Asmara di Dinding AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang