TAKDIR AKU,RAGU!

Part 46 (Kissing?)

💗💗💗

"Bintang kamu dimana?"

".......?"

"Bintang!"

"Hmm?"

"Dimana sayang?"

"Aku lagi sibuk nanti pulang kamu--"

"Bintang! Dimana?"

Terdengar helaan nafas Bintang di seberang sana membuat Sandrinna diam sembari menelan salivanya pelan menunggu respon cowo itu.

"Di Rooftop"

Tut!

Sandrinna memutuskan panggilan itu secara sepihak lalu dengan cepat meletakkan novel miliknya ke dalam tas.

Tanpa melihat jam yang tinggal beberapa menit lagi akan masuk pelajaran kedua.

Ia tetap berjalan cepat hingga keluar dari kelas kemudian berlari tanpa memperdulikan tatapan orang orang padanya.

Sedangakn Reyfan ia diam diam memperhatikan Sandrinna hingga benar benar menghilang di balik pintu kelas itu dengan tatapan yang penuh arti?

Brak!

Bintang terlonjak kaget saat mendengar bunyi pintu yang seolah baru saja di dobrak paksa oleh segerombolan warga.

Ia menatap dingin sosok perempuan yang sedang berjalan ke arahnya dengan nafas tersengal sengal dan sudah di ketahui dia lah pelaku yang membuka pintu itu.

Suasana seketika hening hanya terasa hembusan angin dan juga suara nafas perempuan di sebelah Bintang yang sedang mengatur pernafasannya akibat berlari tadi membuatnya sedikit kewalahan.

"Binta--"

"Ngapain?"

Tanpa menjawab pertanyaan cowo itu ia langsung menyambar tangan kekar itu kemudian menggenggamnya penuh perasaan.

"Bintang tatap aku"

"Males"

"BINTANG!"

"Apasih!"

Karna sikap keduanya yang malas untuk berbicara lemah lembut di saat lagi marahan jadinya tak heran jika intonasi mereka meninggi seolah menumpahkan kekesalan masing masing.

Tatapan mereka beradu saat Bintang dengan terpaksa sangat terpaksa!

Meski sedang emosi dan kesal ia tetap membalas tatapan Sandrinna karna mau semarah apapun dia akan tetap tidak tega jika sang kekasih menunggu responnya yang hanya akan membaik seiring waktu dan itu akan sudah di pastikan membutuhkan waktu lama.

"Kamu salah faham"

"Ck basi!"

"Sayang dengerin dulu.."

Bintang tidak bersuara namun tatapan tajamnya terus menyorot ke dalam netra milik Sandrinna menuntutnya untuk berbicara melalui tatapan.