Halusinasi.

1.1K 89 5
                                    

Hujan membasuh bumi dengan sangat deras. Sudah tiga hari semenjak kepiluan itu terjadi, langit seakan terus menangis. Tak tampak sama sekali sinar matahari walau hanya sekedar menyapa bumi. Hanya ada rintikan air yang terasa menyakitkan di kulit.

Gala, dengan pakaian serba hitam dan payung hitamnya berdiri di gapura kuburan. Dengan wajah pucat pasi dan bibir yang banyak pecahnya karena terlau sering ia gigit, Gala hanya berdiri di sana sambil membawa bunga mawar putih yang melambangkan kesetiaan. Bunga itu tampak layu, karena sudah tiga hari hanya Gala genggam saja.

"N-nara, Gala kangen." Tangisan Gala meluruh kembali. Dadanya sakit menahan amarah, rasa sakit, dan kesedihan yang tak kunjung memudar. "Nara ... hiks, Gala gak bisa turutin keinginan kamu. Aku gak bisa tegar, Nara. Aku gak bisa terbiasa. Inti jiwaku tak terima kamu menghilang tiba-tiba dari hidup aku."

Gala melempar payungnya. Hujan pun akhirnya menyentuh tubuhnya. Gala melorot dan tersungkur. Bahkan dinginnya air hujan tak bisa memadamkan api kesedihan yang ada didalam tubuhnya. "Nara, hiks. Aku cemburu sama hujan. Hujan bisa menemui kamu kapanpun. Sedangkan aku ... aku disini bahkan gak tau harus bagaimana. Aku kehilangan kamu. Aku kehilangan rumahku satu-satunya. Kamu ... kamu jahat, Nara. Kamu ... kamu bunuh aku secara perlahan," isak Gala yang semakin terdengar lirih, karena bersamaan dengan suara hujan yang semakin kencang.

"Nara, hiks, Gala rindu. Tolong, tolong temui Gala—" Gala menelungkupkan wajahnya dan memeluk tubuhnya sendiri. Badannya mulai terasa dingin dan mati rasa. Tiga hari tidak makan apapun dan terus menangis membuat metabolisme cowok itu menurun drastis. Ia terus meracau, menyalahkan keadaan dan dirinya sendiri.

Tubuhnya menggigil hebat. Dalam hati, Gala berdoa agar Nara menyelamatkannya saat ini. Walau itu bukan satu hal yang akan terjadi. Tapi jika dia mati sekarang, itu bukan hal yang buruk. Lagi pula, jika bertemu Nara di surga atau neraka sekalipun, Gala akan tetap senang. Asalkan mereka bisa bersama di keabadian.

"GAL- LO GILA TIDURAN DISINI! MAU MATI LO!" bentakan itu seiring dengan air hujan yang tak lagi menyentuh tubuh Gala. Gadis itu tergopoh mendudukkan Gala dan melepas jaketnya untuk dibalutkan ke tubuh Gala. "LA! SADAR ANJING. JANGAN KAYAK ORANG GILA DEH LO! SADAR LA! JANGAN SAMPAI KEHILANGAN NARA BUAT LO GILA!" teriak gadis itu.

"Yu, aku gak bisa hidup tanpa dia, aku pengen pergi aja sama dia," ucap Gala dengan tatapan kosong. Tubuhnya sudah mati rasa. Mungkin saja dia sudah ditahap hipertensi. "Aku pengen susul Nara! jadi lebih baik kamu pergi ketimbang kamu disangka sebagai pembunuh!" sambungnya mengusir.

Ayu menggeram. Ia langsung mengeplak kepala Gala tanpa ragu. "LO TOLOL APA GIMANA SIH!"

"TOLOL APANYA SIH AYU! NARA MATI GARA-GARA AKU! AKU GAK BISA NYELAMATIN NARA!"

Plak! Ayu menampar pipi Gala keras-keras lalu menjewer telinga cowok itu. "Njing, jangan terbawa suasana. Kematian Nara hanya ada di mimpi lo sendiri. Lo cuma halusinasi tolol!"

Gala tergagap. Halusinasi. Tapi itu terasa sangat jelas. "T-tapi!"

Ayu memutar bola matanya kesal. Tiga hari yang lalu, Gala terbangun dari tidur dengan keadaan mengenaskan. Cowok itu tiba-tiba menjerit dan mengamuk. Mengatakan bahwa Nara tertimpa batu dan mati gara-gara membawa bom. Itu sangat terdengar konyol, tapi ternyata Gala terbawa suasana. Cowok itu terus berpikir bahwa hal yang nyata.

"Sadar tolol. Nara belum mati. Nara cuma hilang. Jangan bertingkah konyol seperti ini. Kalau aja Nara ngelihat lo kayak orang gila gini, dia pasti ilfeel sama lo!"

Gala tertunduk. Ia tak terima dikatai orang gila. Tapi, untuk kalimat kedua Ayu, dia setuju. Nara belum mati. Semoga.

Childish Boy

Nara menatap gerbang sekolah dengan perasaan haru. Terasa sangat lama sekali ia tak melihat sekolah ini. Jika dulu ia tak pernah memperhatikan suasanya, maka sekarang dia baru sadar banyak hal yang telah ia lewati. Ia melangkahkan kakinya dan mengedarkan pandangannya.

Terdapat banyak sekali masa di sekolah ini yang terekam di benda-benda sekolah. Pohon besar dimana dia menyeret Gala dan menyatakan perasaannya, lalu taman mini saat ini menyelamatkan Gala dari amukan Ayu, tembok yang jebol alat ia untuk membolos bersama teman-teman, dan saat ia menjejaki perempatan lorong sekolah, ia jadi ingat waktu pertama kali dia dan Gala berinteraksi. Saat ia menabrak Gala dan buku-buku berjatuhan. Ia tertawa pelan. Jika diingat-ingat, Gala sangat lucu dan menjengkelkan diwaktu yang bersamaan.

Lalu, saat ia hendak membalikkan badan. Ia menabrak seseorang hingga orang itu terjatuh. Nara sangat terkejut. Lalu saat ia melihat siswa itu, siswa itu juga ikut terkejut. Mereka ngefreeze untuk beberapa detik.

"Nara?!" jerit cowok itu sungguh terkejut. Cowok itu berdiri, lalu berlari menjauhi Nara. Nara hendak mengejarnya, tapi cowok itu sudah menghilang dari lorong.

"Hah?!" monolog Nara masih ngefreeze. Ia heran kenapa cowok itu malah berlari. "Itu Yuta kan?"

"ANJING!" suara dari lorong berikutnya menggema. Nara menoleh ke kanan. Mendapati Ayu dan Yuta berlari kearahnya. Wajah Ayu merah padam. Lalu tanpa tedeng aling, ia menjotos wajah Nara kuat-kuat. Nara yang tak ada persiapan pun langsung terhuyung.

"Anjing lo! Kemana aja, hah!" teriak Ayu marah. Nara tergagap. Terlalu cepat untuknya semua kejadian yang menimpanya hari ini. "Maksud lo!"

"Kenapa lo hilang! Kenapa lo bikin semua jadi berantakan! Kenapa lo buat gue susah njing! Sini lo! Gue pukul lo!" teriak Ayu yang sudah seperti anjing. Ia mendekati Nara dengan napas menderu dan Nara hanya bisa pasrah jika Ayu memukuli nya.

Akan tetapi, bukan pukulan yang Nara dapatkan. Melainkan pelukan. "ANJING LO NAR! g-gue, bahagia banget lo kembali. G-gue takut lo mati, njing."

Nara tak menyangka Ayu akan menangisi kedatangannya. Cewek yang selalu sewot padanya ini ternyata mengharapkan kedatangannya. "Udah fans, jangan nangis gitu ah. Mana mungkim gue mati. Nyawa gue lebih banyak dari kucing manapun," ucapnya slengekan, dan langsung dihadiahi cekikan yang kuat.

"Anjing lo! gue udah haru pilu, lo malah kayak anjing!" amuk Ayu mencak-mencak. Nara hanya tertawa ngakak. Lalu melirik Yuta yang juga ikut cekikikan. "Heh si manieez, lo gak mau peluk gue juga?"

Mata Ayu langsung melotot lebar. Ia langsung menjambak rambut Nara tanpa belas kasihan. "Mending rambut lo gue jambak biar sekalian botak, Nar. Nyesel gue seneng lo balik. Jangan cabul deh, lo. Temuin sana cowok lo sendiri. Dia udah gila gara-gara ditinggal oleh cinta sejatinya itu," ucap Ayu dengan komuk menyebalkan.

Nara yang kesakitan hanya mampu bilang ampun. Saat jambakannya terlepas, ia langsung mode slengekan lagi.

"Kasian Gala, dia cinta mati sama cewek cabul yang suka goda cowok orang lain," umpat Ayu setengah menyindir. Nara hanya tertawa. "Yaudah ya kalau cemburu bilang aja. Bye, gue mau ketemu prince gue!"

Nara pun pergi dari hadapan pasangan itu. Lalu, Ayu yang masih kesal tetiba ditarik ujung seragamnya oleh Yuta. Wajah cowok itu sudah merah padam. "Kak Ayu tadi cemburu ya sama Nara?" ucapnya imut.

"Mana ada?!" bentaknya gelagapan hingga membuat Ayu terkejut dan mundur beberapa langkah. Cowok itu mulai menunduk. Dan isakannya mulai terdengar. "Hiks, Yuta takut."

Ayu menghela napas. Ia langsung meraih Yuta kedalam pelukannya. "Udah cup-cup anak manis. Enggak, gue gak cemburu. Tapi gue gak suka lo disentuh cewek lain selain gue. Lo kan milik gue. Only me."

Dan Yuta semakin kejer nangisnya karena malu. Dua tsundere ini memang menggemaskan.

Childish Boy: Love HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang