Stranger

838 94 16
                                    

Rasa sakit di putusnya sebuah hubungan bukan karena tak bisa lagi saling bersama, tapi karena harus dipaksakan sadar jika harus terbiasa melakukan sendirian lagi disaat kemarin masih melakukannya bersama-sama.

Nara menatap motor CB kesayangannya sebelum ia gas sepeda itu. Dibayangannya, terlihat Gala sedang duduk di joknya dan melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum. Lagi-lagi tentang kebiasan. Nara menggeleng, dia tak boleh seperti ini. Dengan berat hati dia menstrater sepedanya.

"Ayo Nar, jangan jadi badut OPPO. Masa' gara gara putus aja lembek," monolognya sebelum melenggang dengan kuda besinya.

Selain Nara yang malas untuk ke sekolah karena patah hati, Gala juga merasakan hal yang sama. Di mobil mewahnya ia termenung sendiri. Teringat jelas ketika Nara menebeng di mobilnya saat hujan kala itu. Dimana dia masih adu bacot dengan gadisnya.

Ah, tidak-tidak. Mantan gadisnya lebih tepatnya.

"Den Gala kenapa lemes banget?" tanya Pak Gilang, heran dengan majikan yang sedari tadi bermuka masam. Padahal, hari kemarin cowok itu masih memancarkan aura kebahagiaan. Walau Gala memang majikan yang mood swing parah, tapi Gala tak pernah mempertahankan kesedihannya selama ini.

"Lagi sedih aja Pak," jawab Gala lemas. Pak Gilang hanya mengangguk mendengar itu. Terlalu sungkan untuk bertanya lebih lanjut kepada sang atasan.

Sesampainya Gala di depan gerbang, dia berjalan dengan langkah gontai. Dia berdecak kesal, kenapa disaat seperti ini Ayu tak mengintilinya? dia kan jadi terlihat seperti manusia introvert yang tak punya teman sama sekali. Gala jadi merasa sedikit bersalah pada Ayu karena selama ini telah jahat. Toh selama ini cuma Ayu yang benar-benar menjadi temannya. Walaupun Ayu agak gesrek.

"Hei, kalau jalan lihat-lihat dong!" suara itu berhasil membuat Gala berbalik 180 derajat. Suara itu adalah suara yang sangat Gala rindukan. Disana, terlihat Nara sedang memarahi cowok yang sepertinya menyenggol tas gadis itu. Cowok itu sepertinya tak terima dengan ucapan Nara. Terbukti dengan jawaban yang dia lanturkan, "Gak usah ngegas bisa. Untung cewek lo!"

"Terus kalau gue cewek emang kenapa? gini-gini gue juga bisa buat lo masuk rumah sakit!" gertak Nara yang sudah memanas. Mood nya yang sudah tak enak ini tak bisa disenggol. Sekali senggol, bacok. "Sini maju lo kalau berani!"

Gawat. Skenario perkelahian langsung terputar dalam kepala Gala. Cowok itu tak bisa menahan dirinya untuk berlari ke arah Nara. Sebelum Nara mengarahkan tinjuan ke arah siswa itu, Gala sudah berhasil mencekal tangan gsdis itu. "Nara, kamu jangan berantem bisa gak sih!" teriak Gala, tersengal-sengal.

Nara sungguh terkejut dengan kedatangan Gala yang tiba-tiba. Dirinya senang bukan main bisa melihat cowok yang sudah memenuhi isi kepalanya, tapi sedetik kemudian dia teringat kalau mereka sudah bukan siapa-siapa lagi. Wajah Nara seketika masam. "Ck, penganggu," ucapnya, lalu pergi begitu saja. Meninggalkan Gala yang sudah mewek karena ucapannya.

"Nara, hiks, tungguin Gala!"

Nara berjalan cepat ke arah markas kesayangannya, rooftop sekolah. Namun ia sadar, bahwa selama ia berjalan, Gala mengikutinya dengan isakan kecil. Itu menganggu pendengarannya. Karena isakan itu, mati-matian Nara menahan hasratnya untuk berbalik dan memeluk cowok itu.

"Ngapain lo ikutin gue?" ucapnya setelah sampai tujuan, pastinya tanpa menatap ke arah sang lawan bicara. Bisa buyar semua rencananya kalau melihat wajah Gala sekarang. Maka dari itu, dia memilih menatap burung-burung yang berterbangan. "Sana pergi, gue gak suka ada stranger yang nginjak kawasan gue," cetus Nara kemudian.

Mendengar kata 'orang asing' dari mulut Nara yang jelas ditunjukkan untuk Gala membuat cowok itu semakin mengeraskan tangisannya.  Dengan sisa keberanian yang ada, Gala berusaha mengatakan bantahannya.

"Nara jahat, hiks. Setelah apa yang Nara lakuin bareng Gala, Nara tiba-tiba buang Gala, hiks," isak cowok itu tersungkur. "Nara udah, hiks. Jangan kayak gini, k-kan kalau ada masalah bisa diselesaikan baik-baik," pinta nya memohon.

"Bisa gak lo pergi dari sini? gue udah muak sama wajah lo," usir Nara, sinis. Gala menggigit bibirnya keras-keras. Nara sudah melupakan janjinya untuk memakai panggilan aku-kamu. Gadis itu sudah kembali di masa mereka masih belum saling mengenal satu sama lain.

"Nara ... Gala bakalan pergi dari sini. Tapi, Gala boleh minta satu hal. Boleh, kan?" ucapnya getir. Nara terdiam. Permintaan sebelum pergi. Kenapa mendengar sederet kalimat itu sudah bisa menggoyahkan hati Nara?

"Gala—Gala boleh gak peluk Nara?" tanya nya Ragu. Tetapi, tak ada jawaban dari gadis itu. Nara seperti mematung. Dengan ragu, Gala menarik lengan Nara yang ternyata tak ada bantahan dari gadis itu. Dia membawa Nara ke pelukannya. Seerat mungkin Gala memeluk Nara karena ia tak akan pernah tahu, bagaimana hubungan ini akan berlalu. Dia mengusak ujung rambut Nara ke pipinya. Tak tahan, air mata menetes bergantian. Gala sungguh cengeng.

"Nara kalau enggak lagi sama Gala, jangan suka berantem, ya. Terus rokoknya di kurangin. Bolosnya juga dihilangin. Nara jangan suka keluar malem, ya. Nanti masuk angin. Nara juga jangan suka berantem, banyak yang khawatir. Nara ... Nara hidup yang baik ya, Gala sayang Nara," ucapnya parau di pelukan itu. "Gala enggak tahu kenapa Nara tiba-tiba putusin Gala dan benci Gala. Tapi Gala yakin Nara terpaksa lakuin itu. Tapi, Gala hargai keputusan Nara. Tapi Nara harus janji sama Gala, habis ini Nara harus jadi siswi yang baik."

Mati-matian Nara menahan tangis mendengar wejangan dari sang mantan. Ia hanya berdiri kaku di dekapan Gala. Tubuhnya saja sudah tak mampu berdiri tegap. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, bahkan sampai berdarah. Saat Gala mulai merenggangkan pelukannya, Nara merasa kehilangan.

Dan saat Gala mulai membalikkan badannya, Nara sudah tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dengan cepat ia menarik tangan Gala hingga cowok itu menghadapnya lagi. Singkat, dia tak mau membuang waktu. Langsung saja kecupan pendek ia luncurkan di bibir cowok itu. Darah dari bibirnya ia titipkan di bibir Gala.

"Gue emang bejat, Gal. Tapi kalaupun ini yang terakhir, izinin gue cium lo." Setelah mengatakan hal itu, tanpa menunggu persetujuan apapun, Nara menarik tengkuk Gala dan langsung melumat bibir yang sedari tadi ia perhatikan. Gala terhenyak. Dia merasakan luapan emosi yang Nara sampaikan lewat ciumannya.

Ciuman terakhir. Ciuman perpisahan.

Gala mendorong Nara saat tahu bahwa mungkin setelah ini dia tak akan bisa lagi merasakan ciuman dari Nara lagi. "Hiks, Gala gak mau pisah sama Nara," isaknya.

"Anjing, bisa diem gak lo!" Nara menarik kerah Gala. "Gala, pesan gue cuma satu. Besok kalau lo udah lupain gue, jangan cengeng kayak gini sama siapapun, selain gue. Jangan kecentilan, jangan suka motong pembicaraan orang lain. Jangan manja, dan kalau lo suka sama orang lain, jangan kejar dia. Gue gak suka!" ucapnya menggebu-gebu.

"Dan untuk sekarang, jangan gerak. Gue cuma butuh bibir lo yang seksi ini buat gue nikmati." Setelah itu, Gala hanya bisa memejamkan mata, menikmati setiap detik lumatan yang makin lama terasa makin intim.

Nara memang gila, dan Gala menyukainya.

Childish Boy

[Iwawiwai's/Note]

Gimana-gimana? pembaca masih waras gak? Masih belum gila lihat kelakuan Nara hari ini? tenang, masih ada lanjutannya.

Masih tambah gila.

Mau tanya nih.

Sad or happy?

Pilihan ada di tangan kalian
Atau ditangan aku, ya?

Childish Boy: Love HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang