BAB 20 - MARSHMALLOW

16 4 1
                                    

"Ketua, valaknya pingsan-...."

Ruang kelas 12D sudah cukup gelap untuk ruang kelas berkonsep rumah hantu di siang hari, jika tanpa bantuan Della mungkin Theo tidak akan bisa menyusuri tiap kelokan yang dibuat dengan cardboard ini tanpa tersandung. Theo menghentikan orang yang lewat, namun pengunjung itu berakhir menendangnya dan berteriak—salah mengira jika Theo juga salah satu hantu yang sedang bertugas. Saat pengunjung mulai surut, Theo mencari hantu lain yang sedang bertugas—meminta bantuan untuk menggotong valak mereka keluar sebelum kondisinya memburuk.

Theo dibantu seorang mumi dan seorang suster kekar dengan tubuh berdarah palsu.

"Bukankah valak kita adalah Leanna?" si mumi bertanya keheranan, menggusur valak mereka yang menjadi lebih kekar dan berat di tengah kegelapan. "Sejak kapan Leanna berotot seperti ini?"

"Yeah, Leanna Brown ... seharusnya," pintu belakang dibuka—menyinari bagian ujung rumah hantu sekaligus pintu keluar. Si mumi kesusahan menutup kembali pintu di belakang mereka. "Hei, ini bukan Leanna."

"Siapa ini?"

"Max...?"

"Kau mengenalnya, ketua?" si mumi menoleh pada Theo yang tidak lama direspon dengan anggukan. "Sial ... kenapa dia bisa ada di sini?"

Dari sekian banyak siswa di sekolah ini, kenapa harus Maximilian yang menjadi valak? Padahal belum lama ini Maximilian berada di café kelasnya dengan gitar dan performa yang luar biasa. Menjadi valak sekalipun pengganti adalah hal terakhir yang mungkin dilakukan seorang Maximilian, Theo ingat ekspresi ketakutannya saat seekor kucing menempel di punggung pria itu saat karyawisata, dan dari semua jenis hantu yang disuguhkan urban legend dan film horror, Max salah mengira kucing itu sebagai valak—sosok yang mungkin saja paling ia takuti dari semua jenis hantu.

Kelas 12D yang mengusung tema rumah hantu harusnya jadi tempat terakhir yang dikunjungi Maximilian.

Saat Della meminta Theo untuk mengunjungi rumah hantu bersama, Theo menyetujuinya tanpa pikir panjang dengan keyakinan tidak akan bertemu dengan Maximilian di sini sekalipun salah satu murid kelas 12D adalah kelas teman dekat Max.

"Mr. suster tolong bantu aku membawanya ke unit kesehatan," pada akhirnya Theo meminta tolong pada pria dengan balutan kostum suster yang tidak ada cocok-cocoknya. Sebenarnya Theo sendiri juga sama bingungnya dengan kedua orang ini, kenapa Maximilian bisa menjadi hantu di kelas orang lain. "Aku tidak merasa akan baik-baik saja jika dia digeletakkan di luar seperti ini."

Mr. Suster mengangguk dan menggotong Max seperti mengangkat karung beras di bahunya. Theo mengikuti dari belakang, namun tidak bisa menahan dahinya untuk berkerut dan bibir berkedut menahan tawa. Pemandangan seorang suster kekar menggotong valak yang juga sama berototnya bukan pemandangan yang akan kau temui sehari-hari. Tanpa sadar Theo mengeluarkan ponselnya, mengabadikan momen itu di ponselnya.

Wajah Maximilian tidak terlihat jelas, ditutupi oleh tudung valak. Namun Theo tersenyum menatap hasil potretannya itu.

"Sial, bagaimana aku bisa terus-terusan kesal pada orang ini?" gumam Theo setelah mengelus permukaan layar ponselnya, tepat di kepala Maximilian yang ditutupi oleh tudung valak.

Mr. suster membawa Max ke unit kesehatan, Light yang saat itu masih bertugas di sana menatap kedua orang itu dengan pandangan aneh setengah merendahkan.

"Aku tidak ingin merawat pria dengan pakaian wanita."

Theo di belakang mereka buru-buru masuk, Light tidak menyadari kehadiran Theo karena tertutupi oleh tubuh suster pria itu.

"Sir, Max pingsan ... aku tidak sengaja menendang bagian belakang kepalanya. Tolong diperiksa aku khawatir sesuatu yang salah terjadi di kepalanya."

Maximilian dibaringkan di ranjang unit kesehatan yang langsung pipih saat itu juga, sementara Mr. Suster keluar dari ruangan itu saat merasa tugasnya sudah selesai dan panggilan pada handytalk nya tidak mau berhenti—ada satu baris pengunjung yang akan masuk dan 12D tidak bisa kekurangan personil hantu.

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang