BAB 39 - HAPPY ENDING

15 5 1
                                    

Percakapan dengan Drey dan teman-temannya berulang di kepala He Zhao seperti kaset rusak. Lagi dan lagi diputar ulang ke bagian awal setiap mencapai bagian akhir, semakin banyak diulang He Zhao akan semakin bingung setelahnya.

Jalanan tidak terlalu padat, ia sudah kembali pukul sembilan malam di rumah sakit—Theo masih sibuk berdiskusi dengan Bradley dan Victor ketika ia sampai, menyusun laporan yang akan mereka serahkan pada pihak kepolisian melalui Cyrus Beethoven. Jadi He Zhao membiarkan Theo melakukan apa yang harus ia lakukan, dan kembali diam pada balkon yang semula digunakan juga untuk membuka pesan dari Drey beberapa waktu lalu.

He Zhao belum bercerita tentang ini pada Theo—lebih tepatnya ia kebingungan apa itu keputusan yang baik untuk bercerita dan menanyakan kebenarannya pada Theo yang sudah jelas-jelas baru berbicara padanya beberapa waktu lalu. Namun jika direnungkan lebih dalam lagi, He Zhao merasa durasi kedekatannya dengan Theo memang terhitung berkembang dalam waktu yang sangat cepat.

Atau mungkin itu hanya ketampanannya saja yang membuat Theo lebih mudah jatuh cinta padanya, pikir He Zhao.

Kalimat yang dikatakan Juan juga sempat jadi pertimbangannya, mungkin ada yang terjadi diantara mereka—sampai akhirnya keduanya memilih untuk melupakan dan memulai lagi semuanya dari awal. Mungkin kesalahan itu sangat fatal, berdampak besar sampai He Zhao memilih untuk melupakannya dan berakhir benar-benar lupa. Tentang apa yang ia lupakan, He Zhao tidak tahu apa ia harus senang atau sedih. Kebenaran di balik ingatan buram ini belum tentu baik untuknya jika ia ingat, tetapi bagaimana dengan Theo?

"Ada apa?"

Ia berbalik, sedikit terkejut bagaimana Theo tiba-tiba muncul ketika ia tengah memikirkannya. He Zhao tersenyum pada Theo yang masih berwajah masam. "Tidak ada apa-apa, kau sudah selesai berdiskusi?"

"Diskusi belum selesai tapi Bradley menyuruhku beristirahat, Aiden harus mengistirahatkanku tiga jam sebelum hipnoterapi selanjutnya."

"Itu malam ini?"

"Ya."

"Bagaimana perasaanmu?"

Tidak banyak perubahan pada ekspresi Theo, bahkan helaan napas yang biasanya ia lakukan juga tidak dilepas. Theo berdiri di samping He Zhao, menatap lampu dari tower air rumah sakit yang baru saja menyala.

"Tidak bisa dikatakan bagus, tapi tidak terlalu buruk."

"Apa masih menakutkan?"

"Ya, masih."

He Zhao tersenyum lebih lebar, menggenggam tangan Theo dan membawa tangan mereka berdua untuk beristirahat pada balkon rumah sakit.

"Apa kau ingat saat pertama kali kita berciuman?"

Theo mengernyit—memukul lengan He Zhao yang kemudian berbalas jeritan dramatis.

"Apa? Kenapa kau memukulku?!"

"Kenapa tiba-tiba bertanya hal memalukan seperti itu?" Theo memelototi He Zhao.

"Aku hanya bertanya!" He Zhao memajukan bibirnya—mengusap lengan yang baru saja dipukul Theo tanpa ampun. "Untuk membuatmu tidak terlalu takut."

"Jelas aku ingat."

"Seperti apa?"

"Ya seperti itu!" Theo melotot lebih lebar—He Zhao hanya berkedip bak boneka rusak. Theo mundur dari tempatnya—berjalan kembali memasuki gedung rumah sakit menuju lift, meninggalkan He Zhao yang kebingungan dengan situasi saat itu.

Theo mengingatnya sekali pun samar, di malam festival sekolah ia kehilangan ciuman pertamanya oleh orang yang tidak sengaja ia tendang—orang yang sama yang kemudian menciumnya lagi beberapa waktu lalu karena tidak sengaja terkena tendangan bola dua orang anak kecil. Ia tidak punya keyakinan jika apa yang ditanyakan He Zhao merupakan kejadian pertama. Terlepas dari ekspresinya yang bingung Theo agak yakin jika He Zhao benar-benar dalam kondisi tidak sadar ketika melakukannya. 

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang