BAB 21 - SWEET TALK

32 3 0
                                    

Festival sekolah selesai dan pembersihan area sekolah selesai pukul 10 malam—laporan dari Della diterima lewat aplikasi chat oleh Theo yang sedang duduk di sebuah ayunan dengan dudukan dari plastik. He Zhao tidak bicara selama Theo bertukar pesan, kedua lengannya memeluk rantai ayunan tempatnya duduk—dengan kaki kiri yang sesekali menendang tanah di bawah untuk berayun.

Sudah dua puluh menit mereka diam dalam keheningan taman halaman parkir seven eleven.

Insiden dari ketidaksengajaan He Zhao di unit kesehatan berlangsung lebih lama dari seharusnya, mendekat satu menit jika Theo tidak langsung mundur di detik pertama ia merasa sesak napas.

Ekspresi panik dan malu Theo tidak berbeda jauh dengan raut wajah sehari-hari bagi orang yang tidak pernah memperhatikan, sayangnya He Zhao bukan salah satu dari mereka—ia bisa langsung melihat perubahan telinga Theo yang memerah sekalipun di dalam ruang unit kesehatan yang cukup gelap.

Theo tidak mau langsung membahas atau menanyai He Zhao saat itu juga, ia mengajak He Zhao ikut bersamanya—berpikir dengan sedikit berjalan bisa menetralkan pikirannya untuk menemukan pertanyaan atau kalimat yang tepat untuk dikatakan tanpa memperburuk suasana.

Selama berjalan potongan-potongan puzzle kejadian Theo susun menjadi satu, alasan He Zhao meninggalkan jaketnya di teater, alasan Juan menendang He Zhao di kamar hotel, alasan keheningan di mobil Juan saat karyawisata, tidak terkecuali jawaban He Zhao di meja makan.

Semua jadi lebih masuk akal jika He Zhao memang menyukainya, karena sebelum ini Theo menganggap He Zhao hanya berbuat baik dan tidak senang dengan keberadaan Theo ketika bergabung dengan sahabat-sahabatnya terasa janggal jika ditarik sebagai kesimpulan.

"Maaf, aku perlu ... mengatur kembali isi kepalaku, itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Kau mau pulang?"

"Santai saja," pria yang kakinya paling panjang itu tertawa. "Aku tidak buru-buru, kau bisa ambil waktu yang banyak untuk berpikir."

"Ya."

"Bagaimana menurutmu? Apa itu menyenangkan?"

"Apa?"

"Ciuman tadi," Theo melotot—He Zhao tertawa lebih keras, pria berambut acak-acakan itu terhibur. "Aku minta maaf jika itu mengagetkanmu."

"Kau memang berniat mengagetkanku?" ayunan He Zhao satu-satunya yang bergerak, Theo kesulitan mengikuti arah pandang pria itu karena ia terus bergerak-gerak. "Sedang bercanda?"

"Aku tidak pernah bercanda jika itu tentangmu."

Ayunan yang diduduki He Zhao berhenti, ditahan oleh kaki yang diturunkan.

"Kita harus pulang, sebentar lagi jam malam polisi berpatroli."

He Zhao menggelengkan kepalanya, bersamaan dengan rencana dan daftar kalimat yang hendak Theo katakan yang mendadak buyar—kabur dan menguap ke ketiadaan.

Ia harus mulai dari awal.

"Max, ini sudah malam."

"Ya aku tahu," He Zhao mengangguk sekarang. "Apa kita tidak akan membicarakan apa-apa lagi?"

"Aku sudah bilang mengatur kembali isi kepalaku membutuhkan waktu yang cukup lama," Theo memijat pangkal hidungnya. "Dan pengaturannya belum selesai."

"Kalau begitu kita membicarakan hal lain saja karena besok dan besok lagi kita libur. Aku tidak bisa melihatmu dan kemungkinan kau merindukan paras tampanku akan semakin meningkat," He Zhao bangkit dari tempat duduknya—berjalan ke belakang Theo dan mendorong ayunan itu perlahan. "Aku adalah pria tampan yang baik dan bertanggung jawab. Aku tidak mungkin membiarkanmu merindu terlalu lama."

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang