BAB 59 - SEMPER FIDELIS

10 4 4
                                    

Satu bulan berlalu sejak kejadian memalukan di hotel Bellagio, artinya sudah genap dua puluh hari Theo berhenti terlibat dalam penyelidikan bersama anggota MID, cuti dari pekerjaannya di rumah sakit dan mengurung diri di rumah. Pada minggu pertama, Thalia terlihat senang putranya berada di rumah, minggu kedua Thalia mulai khawatir dan mengira Theo menghamili seorang gadis dan sedang bersembunyi saat ini dari gadis itu. Thalia mungkin lupa, Theo bahkan tidak berhubungan dengan gadis manapun selain adiknya sendiri.

Minggu ketiga Thalia mulai sering mengintip Theo, bahkan membuat lubang kecil dengan bor listrik yang ia pinjam dari tetangga di samping rumah. Lubang itu hanya bertahan selama satu jam, karena Theo menutupinya dengan papan yang baru. Thalia tidak menyerah dan membuat sepuluh lubang baru di dinding kamar Theo, yang membuat anak keduanya itu murka. Ia menyita bor listrik pinjaman itu sebelum mengembalikan ke pemiliknya.

Pagi hari di ujung minggu ke tiga, Thalia menatap khawatir pada Theo yang duduk di meja makan. Mereka sedang sarapan, Akane juga berada di sana, hal yang tidak biasa lainnya, melihat Akane duduk dan sarapan bersama mereka.

"Kau yakin tidak menghamili gadis penjual bunga di blok sebelah?" tanya Thalia.

"Bu, penjual bunga itu pria," jawab Theo yang mulai jengah dengan dugaan ia menghamili seorang gadis.

"Oh, kau benar, aku lupa. Jadi, gadis mana yang kau hamili?" tanya Thalia lagi masih bersikukuh dengan dugaannya.

"Tidak ada, aku tidak menghamili gadis mana pun."

"Dia gay, kau lupa?" ucap Akane ikut jengah dengan kelakuan keduanya.

"Jangan mengatai Theo seperti itu hanya karena kau punya pacar sekarang." Thalia memelototi Akane, yang dibalas dengan putaran mata dari pria bersurai merah itu. "Kalau pun Theo gay dengan seseorang yang kaya raya aku akan lebih merestuinya daripada pacarmu yang hanya bisa menghabiskan uang itu."

"Ah, diamlah bu."

"Tapi dia benar," jawab Theo tanpa mengangkat kepalanya untuk menatap wajah syok Thalia.

"See, apa kubilang." Akane terlihat puas dengan jawaban Theo.

Thalia mungkin bukan ibu yang baik, tetapi ibu mana yang tidak syok saat mengetahui anak laki-lakinya tidak menyukai seorang wanita pada umumnya.

"Jadi, apa kau yang hamil?"

Theo menyemburkan air yang baru saja ia minum, ke wajah Akane saat mendengar pertanyaan Thalia.

"Bu! Aku ini pria," ucap Theo setelah membersihkan mulutnya.

Akane sendiri menjerit kesal, ia segera bangkit setelah memaki Theo sebanyak tiga kali. Mungkin pria itu ingin segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Aku hanya menduga-duga. Kau baik-baik saja setelah memakan masakanku, mungkin ada hubungannya dengan bayi. Saat aku hamil aku sangat-sangat ingin bertarung dengan buaya betina yang sedang bertelur. Mereka bilang itu adalah keinginan si bayi." Theo memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. "Apa ayah anak ini kaya raya?"

"Aku tidak hamil, oke, itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan kembali ke kamar, jangan melubangi dinding kamarku lagi."

Theo segera bangkit dari posisi duduknya, Thalia sendiri menatap punggung anaknya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Hmm, mungkin bayinya kembar," gumam wanita tua itu. "Kehamilan kembar memang selalu sulit."

Pintu kamar Theo kini ditempel dua stiker kuda poni, pada bagian belakang pintu, menempel papan kayu miring. Kamar Theo yang tidak seberapa bagus kelihatan tiga kali lebih jelek dengan lubang-lubang mahakarya Thalia yang ia coba tutup alakadarnya. Dua hari lalu Theo sempat berkemas dan pergi mencari kamar sewa, tetapi wanita itu—wanita yang sulit diketahui isi kepalanya itu—berakting stroke dengan sangat baik dan berhasil membuat Theo mengurungkan niatnya untuk melarikan diri.

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang