BAB 62 - SOMEONE'S SOMEONE

4 2 0
                                    


Persiapan untuk penyerangan kedua sudah hampir selesai, 89% setidaknya itulah yang diperhitungkan William Franklin. Persentase besar itu didapat dari akurasi informasi, kesiapan personil dan juga alat. Namun, hal ini belum bisa membuat Cyrus merasa cukup. Setidaknya harus 95%, itu yang dikatakan Cyrus saat ia membuang batang rokok ke-18 di pukul enam pagi.

"Aku tidak bisa membaca tulisanmu, lebih baik kau gambar dengan hologram." Cyrus melemparkan sebuah map yang berisi coret tangan Conan mengenai detail blueprint Hoover Dam. Gambaran kasar dari apa yang diceritakan personil kepolisian yang selamat pada penyergapan pertama. Memang jauh dari rapi, tapi Conan sendiri merasa itu sudah lebih dari cukup untuk dimengerti.

"Sialan, aku sudah menulis ini selama lima jam! Harusnya dari awal kau menyuruhku membuat hologramnya saja." Conan menggebrak meja, hampir memukul hancur meja itu jika memang dia punya tenaga untuk menghancurkannya.

"Kerjakan saja, kau akan mendapat jatah tidurmu setelah ini." Cyrus duduk di samping Conan, mengawasi kinerja pria itu.

"Kerjakanlah sendiri dan buat sesuai apa maumu! Kepala batu sialan kenapa kau harus memerintahku seperti itu." Kalimat yang digumamkan Conan semakin pelan. Dengan wajah yang ditekuk dan bibir cemberut tak suka, pria itu tetap melakukan apa yang harus ia lakukan—menyalin kembali ringkasannya ke dalam bentuk hologram.

Sebenarnya keadaan Cyrus tidak lebih baik dari Conan. Tidak ada yang lebih baik daripada yang lain, begitu kiranya gambaran paling tepat untuk mendeskripsikan mereka saat itu. Cyrus bahkan lupa kapan terakhir kali ia makan layak dan tidur dengan lelap. Hanya sebatang rokok terselip di belah bibirnya yang menjadi sarapan, makan siang, dan makan malam Cyrus akhir-akhir ini. Pola hidup tak sehat tetapi efektif, Cyrus tidak mau berpikir lebih jauh apa yang harus ia lakukan tentang itu.

Lembaran kertas kembali ditutup, pada halaman pertama foto Yuka tercetak dalam ukuran besar, dilampirkan pada berkas-berkas identitasnya selama tinggal di United States. Punggung tangan Cyrus mengetuk-ngetuk kertas yang mencetak warna jas putihnya, ia berdecih sesekali—antara tidak sabar ingin memenjarakan targetnya atau kesal setelah mengetahui ternyata si target berada tepat di bawah hidungnya selama ini. Ekspresi itu tertahan di wajahnya untuk waktu yang lama, diperhatikan Conan ketika ia tak sengaja melirik.

"Kau harusnya makan sesuatu selain rokok, kau bisa mati sebelum penyerangan di mulai," keluh Conan, jengah sendiri dengan asap rokok yang tak hentinya Cyrus hembuskan. "Rumahmu sudah bau tembakau busuk."

"Aku tidak akan mati sebelum menangkap keparat-keparat ini." Cyrus mematikan rokoknya di asbak, sadar Conan hampir kehabisan napas karena terlalu banyak menghirup asap rokok. Hal yang tak biasa, Conan yang normal akan terkejut melihatnya. Namun jika mengingat situasi mereka sekarang, Cyrus yang tiba-tiba mematikan rokok adalah hal wajar. Pria itu akan mematikan rokok dan menyalakan nya lagi untuk menenangkan diri, membuang rokok-rokok yang masih bisa dikatakan utuh ke dalam asbak yang sudah penuh.

Conan pernah menyarankan agar Cyrus menyalakan rokok yang sudah ia buang sebagai bentuk daur ulang tapi detektif muda itu bahkan tidak menggubrisnya.

"Mungkin aku yang akan mati karena harus terus-terusan bekerja denganmu. Kau tahu kan banyak kasus orang meninggal akibat stress? Ya, kau membuatku stress sampai ke bagian sel otakku yang paling dalam," keluh Conan lagi, walau begitu jarinya terus mengetik membuat program yang akan menampilkan jalan masuk ke markas Incognito. Nama yang terlalu keren untuk sebuah organisasi pembuat virus berbahaya jika kau tanya pendapat Conan.

"Kau tidak diperkenankan mati," ucap Cyrus dengan nada tegas.

"Orang sinting," gumam Conan sekali lagi. "Lagipula sebenarnya apa yang sangat menarik dari kasus ini sampai kau rela mengesampingkan hal-hal pokok sebagai manusia hah?"

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang