BAB 56 - MISUNDERSTAND

6 2 6
                                    

Pertunjukan air mancur Bellagio hotel baru saja dimulai. Orang-orang yang duduk sedikit jauh dari kolam, berdiri dengan wajah terpukau. Ada juga orang yang hanya menoleh sambil menikmati makanan mereka seperti Patrick, dan ada juga yang tidak peduli dan hanya makan seperti Cyrus.

Theo tidak keduanya, ia tidak tertarik pada pertunjukan air mancur atau hidangan daging yang ditata dengan mewah seperti di depannya ini. Memang terhitung jarang sekali untuknya bisa mencicipi makanan yang dimasak oleh chef ternama, tetapi bahkan untuk membuka mulut saja ia enggan kali ini.

Makanan mewah terakhir yang pernah dimakan Theo adalah karya kedua tangan seorang patissier yang ia kenal baik, dan karenanya ia kehilangan selera makan saat ini—Theo merasa ia harus belajar untuk melupakan kenangan-kenangan yang ditorehkan si patissier, karena pada kenyataannya ternyata sang patissier enggan menolongnya ketika ia terpojok di depan media. Theo juga harus melupakan rasa manis yang pernah dicicipi lidah dan hatinya, ilusi tidak baik untuk dianggap nyata.

Theo menatap santapan di depannya dengan tak berselera. Ia memotong sedikit bagian pada daging itu dengan pisau dan mencicipinya. Enak, terlalu jauh jika dibandingkan dengan hasil masakan Thalia yang bahkan hampir mendekati kategori tak layak dikonsumsi. Tidak ada suapan ke dua sampai tiga menit berikutnya, Theo tidak memiliki nafsu makan yang cukup banyak untuk mengambil suapan yang lain.

"Kau tidak suka makanannya?" 

William tiba-tiba duduk di samping Theo, bungsu Franklin itu sudah selesai berlagak sebagai awak media. Ia melepaskan topi, kamera, dan kacamata bulat yang ia kenakan—menyerahkan alat perekam dan kertas-kertas pada Cyrus yang sedang berusaha menyalakan rokok.

"Ah, tidak tidak, makanannya enak," jawab Theo setelah menyadari William menyapanya.

"Kalau begitu suasana hatimu yang tidak enak," ucap William tepat sasaran. 

Theo tidak menjawab, hanya menundukkan kepalanya, semakin murung karena tingkahnya terbaca dengan jelas di depan rekan-rekannya yang lain.

"Kau tahu, Bellagio selalu mengusung tema-tema unik tiap musimnya untuk konservatorium mereka. Tahun 2022 mereka sempat membuat tema 'Jungle of dreams' dan tahun ini mereka menggunakan konsep itu lagi setelah konsepnya tercatat rekor sebagai tema konservatorium terbaik di abad tersebut. Kau mau melihatnya?" 

Tidak ada respon dari Theo selama satu menit yang terasa panjang bagi William. Theo mengangkat kepalanya, menoleh pada Patrick yang memberinya gestur untuk pergi. Tidak langsung mengiyakan, Theo menoleh pada Cyrus yang kemudian balas menatapnya dengan heran.

"Apa? Kau mau aku ikut denganmu?"

"Kau mau?"

"Apa aku terlihat ingin ikut denganmu?"

"Sudahlah Cyrus, jika kau tidak mau ikut kau tinggal katakan saja tidak. Kau masih belum berubah, senang mempersulit orang lain," Patrick menggelengkan kepala dan menoleh pada Theo serta William. "Jika kalian tidak menemukan kami di sini, kami berkumpul di kamar Bradley."

Keduanya bangkit, berjalan beriringan menuju lobi utama hotel. Konservatorium berada tepat di sebelah kanan dan ternyata Theo sudah melewatinya sebelum ini. Theo berdecak kagum saat memasuki rumah kaca raksasa yang benar-benar disulap seperti hutan. Kekagumannya memuncak saat ia melihat patung singa emas dan anaknya di tengah-tengah kolam.

"William apakah itu Mufasa dan Simba?" untuk sesaat Theo lupa dengan kejadian di konferensi pers, dan pesan-pesan mengerikan di ponselnya. 

William terkekeh, "Memang sedikit mirip, aku tidak tahu apa itu benar-benar Simba dan Mufasa, jika Jungle of Dreams terinspirasi dari Lion King seharusnya kita bisa menemukan Scar dan juga Nala di suatu tempat di konservatorium ini."

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang