BAB 29 - NEW PROBLEMS

12 3 0
                                    

Pagi itu ada beberapa hal tidak biasa yang Theo alami saat bangun tidur. Pertama, ia memang tidak punya waktu tidur berkualitas akhir-akhir ini karena pekerjaan yang menumpuk atau dibangunkan tengah malam oleh salah satu anggota MID. Kedua, berinteraksi dengan kejadian-kejadian buruk bisa mengganggu kualitas tidur lewat alam bawah sadar, memang tidak dikatakan olehnya secara langsung tapi menyaksikan kematian Miranda Hilton sedikit banyak mempengaruhi bagian mimpinya yang tidak seberapa bagus. Theo bahkan bisa terbangun di tengah malam karena bermimpi He Zhao masuk ke dalam api bersama Miranda Hilton yang sudah hangus.

Tidak ada panggilan dari anggota MID atau Miranda Hilton yang menjerit di dalam api. Hal tidak biasa pagi itu, ia dibangunkan oleh suara ribut di ruang tamu.

Satu-satunya makhluk yang biasa membuat keributan di rumah mereka adalah ibunya, tetapi hari itu Thalia tidak ribut seorang diri, yang jadi pertanyaan adalah siapa partner ibunya dalam membuat keributan sepagi ini? Tidak mungkin Akane karena dibanding menyahuti perkataan Thalia, Akane lebih banyak mengalah, mengiyakan permintaan wanita tersebut atau pergi tanpa menanggapi seperti anak durhaka pada umumnya.

"Hai, selamat pagi. Aku suka wajah bangun tidurmu, terlihat manis."

Ini juga salah satu hal tidak biasa yang akan ia dengar dan lihat pada pagi hari, pikir Theo saat itu.

"Kau tidak dengar? Aku melarangmu mendekati Theo lagi!" Thalia tampak sedang tantrum, karena wanita berusia 40-an itu memiting leher He Zhao di ketiaknya. Mereka bergumul di sofa, He Zhao tampak melambaikan tangannya dan masih tersenyum manis pada Theo walau dengan posisi tidak mengenakan.

"Aku tidak bersalah atas kejadian itu. Bukankah harusnya Anda senang, aku di sini untuk membantu Theo!" He Zhao sendiri tidak terima disalahkan atas insiden yang terjadi di perpustakaan Berryhill.

"Karena aku tidak bisa menyalahkan polisi, jadi aku akan menyalahkanmu." Thalia memperkuat cekikannya pada He Zhao, sedikit lagi dan wanita itu akan membunuh He Zhao.

"Bu, itu logika yang tidak masuk akal, lepaskan He Zhao." Theo menghela napas lelah, ia menarik tangan ibunya saat melihat He Zhao mulai kesulitan mengambil napas.

Thalia menurut, ia melepaskan kunciannya dari He Zhao, mendengus kencang lalu mengibaskan rambut pendeknya. "Kalau begitu kau harus berhenti membuat ibumu khawatir." Wanita itu menatap tajam pada Theo.

"Tidak ada yang harus dikhawatirkan dari pekerjaanku. Ayo, kau harus bersiap ke sekolahkan? Jangan sampai terlambat." Theo akhirnya mendorong ibunya untuk masuk ke kamar. Thalia cemberut, tetapi melayangkan tatapan mengancam pada He Zhao sebelum benar-benar menutup pintu kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke sekolah.

"Apa yang kau lakukan dengan datang ke rumahku sepagi ini?" Dokter forensik itu duduk di samping He Zhao, memeriksa leher pria itu, lalu melihat ke bagian punggungnya, khawatir luka bakar itu kembali terbuka karena tergencet oleh tubuh Thalia.

Tangan Theo ditangkap He Zhao, dibawa ke pipinya. "Aku datang karena aku ingin melihatmu. Aku merindukanmu." Dari pipi, tangan Theo ia bawa ke bibirnya dikecupi dengan lembut berkali-kali.

"Kau tahu ada fitur yang bernama video call di Line," ucap Theo menahan diri untuk tidak tersenyum. Entah sejak kapan, hanya dengan kehadiran He Zhao di dekatnya ia merasa ingin tersenyum kepada dunia.

"Aku tidak bisa menyentuhmu seperti ini jika menggunakan fitur itu," jawab He Zhao disertai cengiran khasnya. "Omong-omong aku membawakanmu sarapan. Semoga tidak tergencet oleh ibumu." Tunjuk He Zhao ke arah kotak makanan di meja ruang tamu.

Theo bangkit dari posisi duduknya, beranjak untuk melihat apakah makanan itu selamat dari tantrum Thalia. "Kau tidak perlu repot-repot seperti ini." Theo kembali duduk di samping He Zhao dengan tangan sibuk membuka kotak makanan.

Candle Within The WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang