"Jan, tolong cek ruang depan udah beres apa belum, boleh, gak?"
"Boleh, boleh. Ini nitip nirmana, ya,"
"Iya-iya, sip. Makasih, banyak, Jan!"
Sayup-sayup suara bising terdengar dari luar gedung. Aku meneguk ludah susah payah, berharap rasa gugup yang melingkupi segera hilang agar semuanya berjalan lancar.
"Jan, Kavi udah stand by di depan, ya,"
"Oh, iya?" Aku mengeluarkan ponsel untuk mengecek kabar dari seseorang yang tadi disebut, tentu sembari berjalan cepat ke ruang depan. "Wah iya ternyata udah ngechat daritadi. Thanks, ya, Tar! Gue sekalian jaga depan aja."
Tari mengacungkan jempol seiring langkahnya menjauh. Semua orang di ruangan ini tak ada hentinya bolak-balik, beberapa merapihkan karya-karya, sisanya menelepon seseorang yang kukira mungkin untuk memastikan pameran hari ini berhasil seperti sebelum-sebelumnya.
"Kav!"
Seruan lantangku membuatnya menoleh.
Sedikit malu untuk menceritakan, tapi tentu terlalu indah untuk dilewatkan. Perkenalkan, ia Kavi Yogaswara, kekasihku.
Senyum dengan lesung pipi di dekat dagunya terbit. Aku sedikit terkekeh ketika menyadari ia mengenakan setelan jas rapih seperti yang ku minta di chat semalam. Padahal itu hanya gurauan, sejenak ku lupa kalau soal permintaan, Kavi tak akan pernah mengecewakan, serumit apapun itu.
"Maaf, Pak. Pamerannya dibuka pukul satu siang," candaku dengan menaruh kedua telapak tangan menyatu di depan dada.
Kavi tertawa seraya menepuk pucuk kepalaku sekilas.
"Udah istirahat? Capek, kan, pasti,"
Ku toleh kanan-kiri, tak ada satupun dari tim pameran yang duduk santai, semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing meski sekarang sudah waktunya istirahat sebelum pameran dimulai.
"Masih pada sibuk, aku gak enak kalo istirahat duluan." Ku tarik lengan Kavi untuk berjalan ke sudut ruangan ketika melihat beberapa lukisan belum digantung. Rasanya tangan gatal ingin merapihkan meski sebenarnya urusan persiapan pameran bukan jobdesk-ku. "Kamu gak ada kelas?"
"Ada, aku tipsen,"
"Asli?!"
Sudut bibirnya berkedut menahan senyum ketika mataku meliriknya sinis. Ia dengan santai memotret beberapa sudut lalu mengecek hasilnya sendiri.
"Free, kok. Dosennya minta ganti jadwal karena ada urusan."
Sudah kuduga tak mungkin ia bolos begitu saja. Kavi termasuk mahasiswa ambis yang tak bisa melewatkan sedetik pun mata kuliah di kelas. Itu yang kudengar dari Bejo, sohib sekelasnya.
"Mana karya kamu? Gak mau difoto duluan?"
"Cuma kebagian buat nirmana, jadi gak begitu pede."
Bisa ku rasakan lirikan mata Kavi seiring kami berjalan menuju ruang kedua, tempat nirmanaku tadi disimpan.
"Bukannya tahun lalu juga buat nirmana?"
Aku mengangguk. "Cuman skill-ku kayaknya berkurang, deh,"
Kavi mendengus, "mana ada, karyamu terlalu bagus justru buat dipajang disini."
Ucapannya sukses membuatku terbahak. "Lebay!"
Aku menunjuk dimana nirmanaku berada, Kavi dengan ekspresi kesalnya berkata kalau itu sangat-sangat bagus, sampai memaksa agar aku tetap mengambil foto dengan memegang nirmana seperti pameran tahun-tahun sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...