22. Kirim pesan saja kalau mau

2.8K 397 42
                                    

"Untuk sekarang mungkin hanya itu yang bisa disampaikan, pertemuan selanjutnya saya akan mengumumkan siapa saja yang akan masuk ke dalam tim produksi karya. Sekian, terima kasih dan selamat istirahat semuanya."

Kak Sashi, ketua UKM Seni kami, berjalan ke pinggir ruangan setelah selesai menyampaikan pengumuman tentang pameran UKM yang akan kembali diselenggarakan.

Seperti biasa, setiap pergantian tahun, pasti semua UKM dan organisasi di kampus akan mengadakan acara untuk mengenalkan dan mempromosikan kepada mahasiswa baru.

Dan sama seperti sebelumnya, keputusan tentang posisi tim kami akan ditentukan oleh sang ketua yang mana kami semua hanya bisa berharap cemas supaya tidak mendapat tim yang anggotanya sulit diajak kerja sama.

"Gue males produksi karya lagi, dah. Semoga gak kepilih." Tari mengambil totebagnya lalu bersidekap. "Gak papa, deh, kalo kepilih. Yang penting ada lo nya."

Aku mengangkat bahu. Menahan lengan Tari yang baru saja ingin keluar dari ruangan karena di sekitar pintu masih penuh, aku malas berdesakkan.

"Tergantung tema pamerannya. Kemarin, kan, emang dominan karya lukis. Mungkin sekarang yang lain. Kalo gak tentang lukis, gue yakin gak bakal kepilih."

"Tapi pasti tetep ada, gak, sih? Meskipun gak jadi tema utamanya." Tari melirik beberapa orang yang berkumpul di ujung ruangan. Disana ada Kak Sashi dan beberapa anak inti lainnya. "Itu Kak Sashi kayak lagi ngobrol serius sama Kak Angka. Bisa jadi tema utamanya seni pertunjukkan?"

Kak Angka termasuk anak UKM Seni yang lumayan terkenal di luar kampus. Ia sering mengikuti pertunjukkan teater yang diselenggarakan oleh organisasi di kota kami, bahkan organisasinya juga pernah tampil di hadapan Presiden langsung.

Berbakat, baik hati, dan tampan. Hampir semua orang yang kenal dengannya ku rasa akan mengaguminya.

Namun ada juga rumor yang mengatakan bahwa sisi baik hati-nya itu palsu mengingat ia memang pintar akting. Entah benar atau tidak, aku dan Tari sama-sama tak terlalu akrab dengannya karena segan.

"Bisa jadi, sih. Tapi gue rasa kalo temanya itu, kita bakal butuh banyak budget."

Kami asik bincang-bincang sampai tak sadar bahwa ruangan sudah sepi. Pun itu kami tersadar karena Kak Sashi menyapa dan bertanya apakah ada yang ingin disampaikan. Kami sontak terkekeh malu dan berkata tidak seraya keluar dari ruangan.

"Eh, iya. Gue gak liat Radipta tadi perasaan?"

Ucapannya membuatku jadi kepikiran. Aku tak terlalu memperhatikan sekitar, jadi sama-sama baru sadar juga kalau Radipta tak hadir.

"Sibuk kali."

"He'eh," Tari tersenyum meledek. "Sibuk cari cara deketin cewek yang katanya gak gampang luluh."

Mataku melotot padanya, sontak cubitan di bahu langsung ia terima.

Aku tak menceritakan soal itu pada Tari karena tentu saja MALU. Namun darimana ia tahu? Apa ia ternyata malam itu hanya pura-pura tidur?

"Tau darimana?"

"Kasih tau, gak, ya..."

"Kasih tau, gak?" ancamku yang tengah siap-siap untuk mencubitnya lagi.

Tari menjauh. "Serem, lo, mah, main fisik."

"Yaudah kasih tauuu,"

"Gue denger sendiri, lah. Orang cuma merem doang waktu itu."

Aku berdecak. "Malesin banget,"

"Sumpah, lo harus tau seberapa susah gue nahan teriak," Tari menggoyang-goyangkan lenganku. "Gue beneran baru pertama kali denger Radipta begitu. Pengen buka mata buat liat ekspresi kalian, tapi gue cuma bisa ngintip-ngintip muka lo doang dari bawah."

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang