36. Yakin karena percaya

3.3K 302 71
                                    

Aku rekomendasiin bacanya sambil denger playlist Dipta-Jana, ya 🥰

•••

Aku penasaran, apa perasaan yang akan dirasakan oleh Renjana yang dulu ketika mengetahui di masa depan ia berhasil mendapatkan hal-hal yang selalu ia impikan. Mungkin ia tak akan berupaya sekeras itu. Atau mungkin, ia tak akan pernah menyesali apapun.

Kalau bisa melihat dirinya itu, aku pasti akan datang untuk sekedar mengucap kalimat bahwa ia tak perlu mengkhawatirkan apapun yang telah terjadi. Karena segala sesuatu yang sudah ditakdirkan kembali, ya akan kembali.

Ah, kapan terakhir kali aku memikirkan diriku yang dulu seperti ini?

Mungkin kalau tidak salah, ketika pada akhirnya aku bertemu dengan Radipta lagi setelah kami sama sekali tak tahu kabar masing-masing selama setahun lebih. Setiap bersama Radipta memang selalu membangkitkan memori masa lalu.

Biasanya duka, namun kali ini suka.

"Gue udah bikin list baru buat kita."

"Buat apa?"

"Buat pacaran."

Bahuku terguncang akibat tawa yang mengudara. Yang lalu saja belum sempat kami penuhi semua. Sekarang sudah nambah lagi.

"Kalau emang nanti lo sibuk, gue sibuk, atau kita sama-sama sibuk. Gak usah dipaksa gak papa, ya? Yang penting saling berkabar aja." ucapku mengantisipasi.

Radipta itu sibuk. Selalu banyak kegiatan. Namun ia tak mau dilihat seperti orang sibuk karena setiap diajak kemanapun, pasti ayo-ayo aja. Sekarang aku ingin kami sama-sama mengerti. Mungkin baginya sulit untuk mengucapkan, jadi aku akan mencoba memahaminya. Apa yang menurutnya nyaman, apa yang menurutnya tidak.

"Setuju." balasnya singkat.

Kami masih di tengah perjalanan. Aku tak tahu ingin kemana. Kalau seperti rencana awal, harusnya kami pergi ke rumahnya untuk nanti merayakan malam tahun baru.

"Kita kemana, Ta?"

"Rayain tahun baruan."

"Di rumah lo berarti?"

Radipta mengangguk.

Harusnya percaya-percaya saja, namun firasatku mengatakan tidak. Kalau mengingat ucapan Tari tadi, sepertinya ada yang disembunyikan.

Tak lama kemudian, kami berhenti di suatu tempat yang sudah tak asing lagi.

Ingat restoran tempat aku dan Radipta membuat cookies beberapa bulan lalu? Kami tiba disana.

"Katanya ke rumah?"

"Kesini dulu bentar."

Aku menuruti saja meski tak ada dugaan apapun tentang apa yang akan kami lakukan disini. Apa mungkin membuat cookies lagi?

"Atas nama Radipta, Mas."

"Oh, iya, sebelah sana."

Si Mas pelayan menunjuk ke sisi ruangan di sebelah kiri. Terdapat meja bundar berlapis taplak putih gading dengan lilin dan juga bunga mawar di tengahnya. Aku sempat melihat ruangan ini ketika pertama kali mengunjungi, namun baru sekarang bisa masuk ke dalamnya.

Radipta menyodorkan telapak tangannya sebelum melangkah mengikuti kepergian si pelayan. Aku tersenyum dengan hati berdebar sambil menyambut tangannya itu.

Kalau tidak salah menebak, mungkin sekarang kami akan dinner disini. Aku mulai membayangkan berapa banyak uang yang Radipta keluarkan untuk mereservasi tempat ini mengingat sekarang kami ada di restoran berbintang.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang