25. Gelang hitam kepunyaan siapa?

2.6K 350 62
                                    

"Terus lo ngomong apa pas dia nanya gitu?"

"Gue diem doang sampe Nindya bangun terus negur kita."

"Gila," tangan Tari bergerak dengan gaya seperti ingin mencakar wajahku. "Greget banget. Gimana kalo Nindya belum bangun, lo diem-dieman gitu?"

Aku mengangkat kedua bahu. Lagipula aku juga tak tahu ingin menjawab apa waktu itu. Di posisi itu pun tak bisa menjawab sesuka hati. Harus dipikirkan baik-baik, kan?

"Abis itu jadi canggung, gak?"

"Gue belum ketemu Radipta lagi sampe sekarang."

"Berarti sekarang bakal ketemu."

Benar. Hari ini kami ada kumpul UKM untuk membahas acara pameran yang ternyata memang benar tema utamanya adalah seni pertunjukkan. Semalam sudah sempat dibocorkan oleh ketua kami, sepertinya hari ini hanya membahas siapa saja yang berperan sebagai pemain inti dan siapa yang membantu di belakang layar.

"Kita pasti bantu-bantu doang nanti."

Aku mengangguk setuju. "Gak ada bakat akting."

Sesampainya di ruangan, kami sudah disambut oleh Kak Sashi dan Kak Angka yang lagi-lagi terlihat tengah berdiskusi di depan papan tulis.

"Halo Tar, Jan, tumben awal banget datengnya,"

Yang menyapa barusan bukanlah Kak Sashi dan Kak Angka, melainkan Kak Edo si sohib Kak Angka. Kudengar mereka satu jurusan dan satu kelas. Sifat Kak Edo kurang lebih sama seperti Bejo teman Kavi. Jadi tak heran ia dengan riang menyapa kami seperti sudah kenal lama meskipun bertemu pun jarang-jarang.

"Iya, Kak. Tadi matkul terakhir dosennya gak masuk, jadi free gitu." jawab Tari membuatku terkekeh sebagai bentuk tanggapan karena tak berniat menambah jawaban lagi.

"Wih, dosen siapa, tuh? Parah banget makan gaji buta."

"Eh," aku dan Tari sama-sama menoleh dan tertawa canggung karena bingung ingin menjawab bagaimana.

"Udah gak usah didengerin si Edo, mah. Kepoan dia," sela Kak Sashi. "Kalian kayaknya free, ya, taun ini buat pameran. Soalnya kita gak ngadain selain pertunjukkan."

Aku mengangguk-angguk. "Gak papa kita bantu dibalik layar aja."

"Eh tapi boleh juga, sih, kalo mau ditambahin lukisan-lukisan gitu." celetuk Kak Angka membuat aku dan Tari sontak menggeleng tak setuju.

"Gak usah, Kak. Kita bantu buat properti aja." ucap Tari sehalus mungkin. Justru membuat Kak Sashi terkekeh akan ucapannya.

"Iya gak apa. Gantian, lah, sama anak-anak lain biar kerja semua." Kak Sashi melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu menyuruh kami untuk segera bergabung dengan teman-teman yang lain. "Yuk, yuk, mulai. Udah jam segini."

"Gue izin ke toilet bentar, deh." Kak Edo melambaikan tangan seiring langkahnya menjauh, mengabaikan omelan Kak Sashi yang menyuruhnya jangan melipir ke kantin setelah ke toilet. "Eh, Ka! Itu gelang di meja sini lemparin."

Kak Angka menoleh ke belakang. Berdecak sekilas sebelum mengambil dan melempar gelang hitam bermotif kelopak mawar putih tersebut ke arah Kak Edo yang sudah ada di luar ruangan.

Aku dan Tari saling melirik karena melihat ekspresi wajah Kak Angka yang sangat tampan meski tengah kesal sekalipun.

"Makasih, Ka!" ucap Kak Edo sebelum tubuhnya hilang dibalik tembok.

"Ayo-ayo, kita mulai."

•••

Diskusi untuk pelaksanaan pameran hanya berlangsung secara singkat karena ternyata banyak anak-anak yang tidak hadir kali ini. Mungkin karena ini adalah hari senin dan pengumuman untuk rapatnya pun mendadak, diluar jadwal biasanya.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang