POV Kavi part 2 udah aku up di karyakarsa yaa, jangan lupa akses di sana dengan klik link di bio Instagram aku, atau cari username ku langsung di aplikasinya @baeforlyfee
Happy reading!
•••
"Ini gak sekali dua kali, ya, Zar. Buat nilai UAS, loh. Masa lo gak ada kontribusinya sama sekali? Kalo emang gak bisa bilang aja, sekalian konfirmasi ke dosennya biar nilai kita gak ikut jelek cuma gara-gara lo gak kerja."
"Tar, pelan-pelan ngomongnya..."
"Gak bisa di alusin mulu ini, Jan!" Tari menunjuk Zara-teman sekelompokku-dengan jari telunjuknya. "Lo sekarang konfirmasi, deh, ke dosen. Kalo udah gini, kita cuma bisa minta keringanan dari beliau aja."
"Iya pasti gue kabarin ke Pak Dedi, Tar. Maafin gue, ya..."
"Nih, minta maaf ke temen sekelompok lo," Tari mendorongku maju.
"Maafin gue, ya, Jan..."
"Iya, iya. Gue maafin, kok. Udah gak usah nangis, Zar."
Tari berdecak tepat setelah aku mengucap itu, membuatku menyikut pinggangnya supaya ia berhenti membentak atau sinis pada Zara.
"Ya udah. Gue sama Tari balik duluan, ya. Kalo butuh bantuan atau gimana-gimana nanti kabarin aja."
Zara mengangguk-angguk cepat sebelum menghapus air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Sekali lagi maafin gue, ya, buat lo dan buat temen sekelompok kita yang lain."
Aku menarik lengan Tari untuk menjauh setelah mengiyakan ucapan Zara. Kami berjalan menuju kantin fakultas karena Tari tak henti-henti bilang kalau ia kehausan. Sementara aku terus menasihatinya untuk lebih lembut bila bicara dengan orang lain seperti tadi.
"Ya ngapain orang gitu dilembutin, sih, Jan? Lo mau gak dapet nilai uas gara-gara dia gak ngumpulin bagiannya?" Ucapnya membela diri. "Lagian masih aja uas pake kelompokkan. Kalo gini, mah, untung-untungan dapet sekelompok sama yang pinter. Emang nasib lo yang jelek, gara-gara sekelompok sama dia."
"Dia bilang lagi padet banget jadwalnya. Keknya seinget gue juga, dia kerja gitu, deh, selain kuliah. Ya gue maklumin, sih, kalo dia gak bisa kerjain, asalkan ngomong dulu biar gak ribet di akhir gini."
"Dih, lo maklumin? Kalo gue, sih, enggak. Tugas kelompok ya tanggung jawab semua anggotanya. Kalo gak bisa ngerjain mending keluar dari kelompok. Lo mesti tegas, deh, Jan, mulai dari sekarang. Ini masih untung kelompoknya ngacak, coba kalo suruh milih sendiri? Pasti orang-orang begitu pada lari ke lo karena mikirnya bisa ngandelin lo sementara dia asik-asik aja tinggal terima hasil sama nilainya."
Ucapan Tari memang seratus persen benar. Tak bisa disangkal kalau akupun ingin bersikap demikian. Tapi ketika melihat wajah-wajah melas itu-bahkan sampai menangis seperti Zara tadi-membuatku luluh dan berakhir memakluminya.
Beruntung sekali punya teman dekat seperti Tari, setidaknya aku tidak terus-menerus melakukan hal yang seharusnya bukan hanya jadi tanggungjawabku saja.
"Iya, iya. Semoga kedepannya gue bisa lebih tegas dan gak ketemu anggota yang semena-mena lagi." Aku menoleh padanya. "Makasih, ya, Tar. Gak bisa bayangin gue kalo gak temenan sama lo."
"Ya emang bagi lo pasti gue, tuh, setengah jiwa lo, kan?" Tari mengerling yang kutanggapi dengan lirikan sinis, geli melihat tingkahnya.
Sekarang kami sudah berada di wilayah kantin. Tanpa ba-bi-bu pun langsung menghampiri stand jus buah milik Teh Tinan. Stand jus kesukaan kami.
"Teh, kek biasa, ya, dua."
"Mangganya abis, neng."
"Waduh," Tari menepuk jidat. "Kalo alpukat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...