3. Perkenalan diri, lagi?

4.5K 620 181
                                    

Hari ini merupakan hari yang Tari tunggu-tunggu sejak minggu lalu, namun hari yang sebetulnya berat kujalani karena akan bertemu orang-orang asing. Rasanya sedikit cemas mengingat dari semalam aku terus menyusun rangkaian kata di kepala hanya untuk sekedar mengucap kalimat perkenalan nanti.

"Santai aja kali, Jan. Ntar gue back up kalo lo males ngomong."

"Bukan males ngomong, gue cuma suka canggung sama orang baru."

Tari menutup bedak yang baru saja ia kenakan, lalu mendekat pada kaca full body yang ada di depan nakas.

"Iyaa, gue ngerti. Orang kayak lo, kan, biasanya cuma canggung di awal. Ntar juga lama-lama terbiasa kayak ngobrol sama gue." Ia sedikit berjalan mundur, kemudian merapihkan kemejanya sekilas. "Lagian mereka friendly-friendly, kok. Pasti obrolan ngalir terus."

Aku hanya mengangguk. Sejurus kemudian mengabari Kavi kalau aku dan Tari akan segera pergi bertemu anak-anak event. Aku memang sempat bercerita padanya, bahkan meminta saran apakah lebih baik ikut atau kutolak saja, dan ia setuju agar aku ikut, itung-itung pengalaman, katanya.

Kavi is calling...

Ia tiba-tiba meneleponku tepat ketika aku ingin mengirim pesan.

"Halo?"

"Halo? Udah berangkat?"

"Belum," aku melirik Tari sekilas yang masih sibuk bergaya di depan kaca. Sepertinya niatan untuk caper ke anggota yang bekerja di kafe benar-benar ingin ia laksanakan. "Tari masih siap-siap."

"Aku yang nganter aja kalo gitu."

Alisku mengerut. "Bonceng tiga?"

Terdengar suara kekehan di seberang sana. "Yakali, Jan,"

"Terus?"

"Mobil Bejo. Tadi dia minta tolong cuciin ke car wash soalnya dia ada kerja kelompok sekarang. Aku udah izin juga kalo mau sekalian nganter kalian."

"Tumben Bejo baik."

"Tau sendiri kalo denger nama Tari jadi lemah..."

Aku terbahak sampai membuat Tari melirik keheranan. Untung saja tak ku aktifkan mode loud speaker, bisa-bisa ia mengamuk kalau dengar.

"Jadi kamu di kosan Bejo sekarang?"

"Iya, kelas aku diganti jadi sore. Jadi males pulang, nanti malah bolak-balik."

"Hmm,"

Tari sudah mengodeku dengan tatapan bertanya ada apa, jadi aku bilang pada Kavi kalau akan bertanya pada Tari dulu untuk meminta persetujuan.

"Boleh, deh. Irit duit juga kita jadinya."

Itu jawaban Tari yang langsung kusampaikan pada Kavi. Akhirnya sambungan telepon mati dan Kavi mengirim pesan kalau akan segera menuju kosanku berada.

Kosanku dan kosan Bejo jaraknya tak begitu jauh. Kosanku lumayan masuk ke pelosok gang sehingga tak terlihat dari luar jalan raya, sementara kosannya berada tepat di depan jalan raya. Jadi karena Kavi menjemput menggunakan mobil, ia hanya menunggu di depan gang karena jalan masuk ke kosanku tak bisa dilewati oleh kendaraan besar.

"Loh, kayak kenal, nih, mobil."

Tari berjalan mengitari mobil brio merah milik Bejo dari depan sampai belakang.

"Kayak sering gue liat di whatsapp."

Aku dan Kavi sontak menahan gelak tawa.

Sudah menjadi rahasia umum diantara kami bahwa Bejo-teman Kavi-memiliki perasaan pada Tari. Beberapa minggu lalu, Tari bercerita bahwa ia dikirimi pesan oleh seseorang yang mengaku sebagai teman Kavi. Ketika kulihat, ternyata profilnya hanya foto mobil yang sekarang ada di depanku. Karena tak tahu itu siapa jadi kutanya pada Kavi, dan ia berkata itu adalah nomor Bejo.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang