42. Demi harapan-harapan milik teman

954 78 5
                                    

POV Kavi part 5 sudah ada di karyakarsa, yaa! Itu cerita terakhir dari sudut pandang Kavi. Yang mau baca, silahkan cek link di bio instagramku 🤍

Happy reading ❤️‍🩹

•••

"Lo udah baca full suratnya?"

"Udah kemarin."

"Ada clue?"

Tatapan penasaran dari Tari membuatku menghembuskan nafas lelah.

Kemarin Tante Sonya menghubungiku, karena katanya ingin memberikan sesuatu—titipan Kavi. Aku tentu dengan gercep langsung menuju ke rumahnya karena takut itu suatu hal yang penting, mungkin seperti petunjuk mengapa Kavi melakukan ini.

Dan Tante Sonya bilang, bahwa Kavi membuat tiga surat. Untuk keluarganya, untuk Bejo, dan untukku.

Detak jantungku berpacu dengan cepat ketika Tante Sonya menyampaikan hal itu. Aku terus mempertanyakan apa isi dari surat tersebut. Mungkinkah Kavi sebenarnya menyimpan kekesalan padaku yang menjadi pemicu kejadian ini? Seperti apa yang dari kemarin-kemarin ku khawatirkan.

Tapi Tante Sonya bilang bahwa ia sudah membaca semua suratnya. Justru ketika ku datang, ia malah berterima kasih seperti waktu ketika di makam lalu.

Akhirnya dengan segala pertanyaan, aku memutuskan untuk membukanya di kosan. Meski sepanjang perjalanan harus diiringi rasa penasaran, aku tidak mau reaksiku nanti membuat kegaduhan.

Dan setelah membaca kata tiap kata dari surat itu, aku menangis lagi.

Semenjak Kavi tiada, yang selalu kusesali adalah sikap-sikap burukku padanya. Tapi di suratnya, ia sama sekali tidak menyinggung soal itu. Ia berharap aku hidup dengan sebaik-baiknya. Yang membuat hatiku semakin sakit adalah, ia bahkan masih sempat memikirkan orang lain disaat ia satu-satunya orang yang perlu bantuan di hari itu.

Aku langsung mengabari Tari setelah membaca berkali-kali. Tak kuasa menangis sendirian. Lalu Tari berkata kalau ia akan mengunjungiku esok di kos karena semalam aku menghubunginya tepat pada pukul dua belas malam.

Kini sedihku sudah reda. Tapi sayangnya rasa penasaran masih menjalar, sebenarnya apa pemicu utamanya?

"Gak ada clue sama sekali. Gue sempet hubungin Bejo, nanya apa isi surat Kavi buat dia. Tapi sampe sekarang belum dibales."

"Chat gue juga dari kemarin belum dibales. Tumbenan." gumam Tari. "Gue boleh baca gak, Jan?"

Aku mengangguk-angguk, lalu membuka laci untuk mengeluarkan secarik kertas yang dilipat tiga bagian.

Tari membacanya dengan seksama. Membaca dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas. Berulang-ulang, mungkin sekitar sepuluh menit, lalu ia menyerahkan surat itu padaku.

"Beneran gak ada clue,"

"Gue sebenernya mikir kalo dia emang burnout aja, Tar. Kavi emang pemikir banget, kan. Mungkin di waktu itu, ada masalah dateng disaat timingnya gak pas. Disaat pikirannya ngebebanin banget."

"Bisa jadi, sih." Tari mengangguk-angguk. "Sebenernya, kalo mau tau pasti, kita harus tau isi surat buat Bejo dan isi surat buat keluarganya."

"Bejo, sih, yang kemungkinan bisa bantu diskusiin." Bahuku merosot. "Kalo keluarganya, kita gak ada kemampuan buat ngelakuin apa-apa karena mungkin menyangkut masalah pribadi."

Kali ini Tari yang menghela nafas lelah. "Gue kesel banget, deh. Tapi gak tau harus kesel sama siapa."

Dengan akhir seperti ini, kurasa semua orang akan merasa janggal. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dibenak orang terdekatnya tentang apa yang Kavi alami selama ini. Aku tahu Tante Sonya pasti menjadi orang yang paling tersiksa semenjak Kavi meninggal dunia. Jadi mungkin butuh beberapa waktu sampai bisa berkomunikasi dengan Tante Sonya untuk membahas hal-hal buruk dalam hidup Kavi.

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang