Ini sudah beberapa hari semenjak waktu itu Radipta memberi beberapa barang-barang padaku. Dan soal surat yang ia beri, aku sama sekali belum ada pikiran untuk membalasnya. Lagipula memang ia menyuruhku untuk memikirkan matang-matang dulu, kan?
Mungkin orang-orang akan berpikir kalau aku beruntung. Padahal itu tak sepenuhnya benar. Perasaannya sekarang mungkin akan disambut dengan sangat baik dan antusias oleh Renjana yang dulu, namun belum tentu sama dengan Renjana yang sekarang.
Mungkin dulu aku bisa dengan tegas mengatakan bahwa aku sangat menyukainya. Tapi sekarang semuanya masih abu-abu. Terkadang ada di suatu waktu aku memikirkan Kavi, bahkan juga terbesit rasa rindu padanya. Namun bila memikirkan Radipta, mungkin kadang juga ada rasa berdebar ketika mengingat perlakuannya akhir-akhir ini, tapi belum bisa kupastikan dengan jelas bahwa aku menyukainya.
Sejauh ini pun, Radipta belum ada menanyakan soal jawabanku atas permintaannya di surat yang ia beri. Jadi lagi-lagi, mungkin untuk beberapa saat kedepan aku akan melihat bagaimana usahanya sampai aku bisa yakin.
"Wei, bengong aje. Itu jusnya udah jadi."
Teguran dari Tari sukses membuatku tersadar dari lamunan. Teh Tinan tersenyum mesem-mesem padaku sambil menyerahkan jus mangga yang mungkin sudah jadi dari beberapa saat lalu.
"Mikirin apa, sih, Neng? Pacarnya, ya?"
Tari mendengus. "Udah gak ada pacar dia, mah,"
"Oh, udah putus?"
"Biasa, lah, Teh," aku memanyunkan bibir dengan maksud tak ingin membahas. "Berapa ini jadinya?"
"Masih sama atuh. Sepuluh ribu."
Tari mengacungkan jempol. "Mantep, dari kita maba gak naik-naik harganya."
Teh Tinan terkekeh malu-malu, tersanjung karena dipuji. "Iya, dong. Biar merakyat buat anak-anak kos."
Kali ini aku yang mengacungkan jempol.
Setelah basa-basi dengan Teh Tinan, aku dan Tari kembali pergi menuju kelas di mata kuliah kedua. Kami berniat langsung menunggu di kelas saja alih-alih istirahat di kos, mengingat perbedaan waktu kelas pertama dengan kelas kedua hanya kurang dari tiga puluh menit.
"Tar, Jan, kalian ikut UKM Seni, kan?"
Kedatangan kami langsung disambut oleh pertanyaan Sinta-teman sekelas-yang kebetulan juga sedang menunggu jadwal kedua di kelas.
Tari mengucap iya sementara aku mengangguk. Sinta menggerakkan tangan seakan menyuruh kami mendekat padanya. Kemudian ia menunjukkan layar ponsel yang berisi sebuah cuitan dari sosial media.
Mahasiswa Fakultas Seni di salah satu Universitas Swasta Jakarta Utara yang ngelakuin hal-hal bejat ke beberapa perempuan tanpa tanggung jawab.
A thread.
Mataku melotot melihat judul thread tersebut. "Univ kita??"
Sinta mengangguk. "Kemungkinan besar iya."
"Terus apa hubungannya sama UKM Seni? Dia ngasih tau?"
"Iya, Tar." Sinta menggulir layar ponselnya ke bawah, menunjukkan sambungan-sambungan thread tersebut. "Si anon yang ngespill ini, ngasih tau kalo tu cowok anak UKM Seni. Gue udah kepalang kepo banget, makanya nanya kalian."
"Coba, deh," Tari mengambil ponsel Sinta dan mengamatinya. Karena penasaran, akupun ikut mengambil ponsel sendiri dan mencari thread yang tadi.
"Ini keknya emang bener univ kita." sahutku ketika membaca cuitan si anonim yang mencantumkan beberapa clue yang semuanya mengarah pada kampus kami. "Ini udah banyak banget likes-nya. Udah nyebar ke yang lain juga, gak, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...