Bisa kusimpulkan dari sekian banyaknya ujian akhir semester yang kujalani selama kuliah, yang terasa paling berat adalah ujian di semester ini meski mata kuliahnya sedikit.
"Ih, Jan, itu jawabannya A, kok. Gue udah liat materinya dua ratus lima puluh kali, masa salah, sih."
"Ini buktinya dibuku jawabannya B, Tar." Aku membuka lebar-lebar buku panduan salah satu mata kuliah kami. "Lo terlalu banyak ngafalin kali, jadi ketuker-tuker."
"Kayaknya iya, dah." Tari mengangkat kedua bahu lalu menarik lenganku untuk keluar dari ruang ujian. "Lo dichat sama Kaivan gak, buat rencana besok?"
Aku mengangguk.
Kaivan beberapa hari yang lalu mengajak aku, Tari dan beberapa anak event yang lainnya untuk merayakan malam tahun baru bersama. Katanya, sih, kali ini di rumah Radipta. Namun belum ada konfirmasi dari si empunya rumah sampai saat ini.
"Radipta ada ngabarin gak buat besok?"
"Belum ada."
"Loh? Tapi kalian chatan, kan?"
Aku mengangguk lagi. "Nanti gue tanyain, deh."
Aku belum bertemu Radipta lagi sejak terakhir kami bertemu di kafe setelah aku berbincang—yang lebih tepat disebut bersitegang—dengan Kavi. Radipta benar-benar menepati ucapannya untuk memberiku beberapa waktu supaya aku bisa berpikir jernih. Namun sekarang malah aku yang khawatir. Kira-kira apa yang ada dipikirannya tentang aku dan Kavi. Apakah dia berpikir kalau aku sebenarnya masih menyimpan rasa untuk laki-laki menyebalkan itu?
Oh, semoga pemikiran itu tak terintas di kepalanya karena, meski malu untuk mengungkapkan, sejujurnya yang ada di pikiranku semenjak itu hanyalah dirinya.
"Sekalian tanyain di rumahnya ada alat ngegrill yang kurang apa enggak. Biar kalo ada yang kurang bisa dibawa sama yang lain. Eh—kalo enggak, suruh kabarin ke grup aja. Kita bukannya ada grup bareng Kaivan Nindya juga?"
"Iya, iya,"
Mulutku merespon ucapan Tari sementara pikiranku masih terpaku pada hal tadi. Tentang apa yang Radipta pikirkan.
"Besok gue nginep di kosan lo aja ya, Jan." Tari
kembali bersuara membuatku kembali memusatkan perhatian penuh padanya. "Takutnya malem banget kalo pulang. Kita juga gak tau, kan, beresnya jam berapa.""Okay, besok lo dateng jam berapa?"
"Sorean aja kali, ya? Jam 5? Liat besok, deh. Nanti gue kabarin kalo udah mau berangkat."
Aku mengangguk sebagai respon. Kami kembali berbincang mengenai hal-hal random sampai akhirnya aku berpisah dengan Tari di dekat gerbang. Ia pergi ke parkiran sementara aku berjalan kaki menuju kosan.
Karena sekarang minggu ujian, jadi kampus ramainya bukan main. Tadinya aku ingin menghampiri gerobak lumpia basah langgananku, namun ketika melihat antrean yang panjangnya seperti antrean bansos, aku mengurungkan niat itu.
Ting!
Ponselku berbunyi tepat ketika aku menutup pintu kamar kosan. Aku meletakkan totebag di atas kasur dan duduk di meja belajar seraya mengambil ponsel di kantung celana.
Radipta: besok jadi kan?
Renjana: jadi kemana?
Aku sengaja pura-pura tak tahu. Tak ada alasannya, sih. Iseng saja supaya obrolan kami agak panjang.
Radipta: katanya Kaivan udah ngabarin semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang Habis Kelana
Teen Fiction[Bagian kedua dari kisah Satu Cerita Untuk Kamu] Semuanya mereda dan berjalan semestinya, hingga Renjana bertemu Kavi Yogaswara. Lelaki dengan segala kebaikannya. Kavi punya semua, apapun yang Renjana butuhkan. Menjadikan keduanya saling mengagumi d...