37. Hari ini terwujud

1.7K 193 13
                                    

Hi guys, maaf baru bisa update sekarang karena hidup sedang hectic-hecticnya huhu :(

Semoga tetep enjoy, ya. Kalau lupa alur sebelumnya boleh baca ulang dulu chapter sebelum 35-36.

Anyway hari ini temanya ngevalidasi perasaannya Renjana dulu heheh, like comment buat liat Dipta-Jana pacaran di next chapter!

Happy reading! 🤍

•••

"Gak mau tau pokoknya kamu harus ceritain sejelas-jelasnya sekarang juga. Kalo bisa, semua obrolan kamu sama Dipta juga ceritain ke aku. Masalah cerita ke yang lain gampang, yang penting cerita dulu ke AKUU!"

"Astaga," aku memindahkan ponsel ke bahu kanan sementara kedua tangan sibuk mengikat tali sepatu."Aku pengen banget banget banget kok ceritain ke kamu, ke kalian semua. Tapi gak sekarang juga, Nay, Lima menit lagi ada kelas ini masalahnya."

"Kampus kamu lima langkah dari kos nyampe, kan? Nah mayan tu kaki kamu dipake jalan, mulut kamu cerita."

"Yang bener aja??"

"Yaudah aku tunggu ampe beres kelas. Harus langsung kabarin ya kalo udah selesai. Aku gak mau mati penasaran."

Aku tertawa mendengar cerocosannya.

Nayya ini luar biasa. Aku bahkan belum sempat mengabarkan siapa-siapa selain anak volunteer soal resminya hubunganku dengan Radipta. Tapi tiba-tiba jam tujuh pagi ia meneleponku berkali-kali ketika ku tengah siap-siap untuk masuk kelas pagi.

Katanya ia mengetahui kabar tersebut dari Heru? Namun darimana Heru tahu selain dari Radipta?

"Emang Radipta langsung ngasih tau Heru, kok. Excited banget dia katanya."

Senyumku mengembang ketika mengingat ucapan Nayya di telepon tadi. Cepat-cepat ku kulum bibir ketika menyadari sekarang aku sudah ada di wilayah kampus yang mana ramai sekali. Bisa dikira orang aneh kalau senyum-senyum tanpa alasan.

Duh, sepertinya aku masih harus selalu diingatkan bahwa ini semua bukan mimpi, khayalan, atau bahkan angan-anganku lagi. Semenjak kemarin aku jadi penasaran akan banyak hal. Seperti mungkin soal alasan Radipta menyukaiku? Ya, yang sederhana-sederhana seperti itu aku mau tau.

Tapi kira-kira menyebalkan tidak ya kalau aku bertanya persoalan yang intinya sama secara berulang-ulang padanya? Takut-takut ia tiba-tiba menyesal, kan. Tapi mana mungkin segoyah itu?

"Bu mau kemana, bu?"

Lamunanku sontak buyar mendengar teguran itu. Tari berjalan menghampiri sambil menenteng kanvas besar di tangan kanan dan juga tas kecil di tangan kiri.

"Skena banget akhir-akhir ini gaya lo."

"Bukannya anak seni emang terkenal punya vibes skena, ya, Jan?"

Kami sama-sama tertawa membahas jokes tersebut. Kini aku menggandeng lengannya dan mengambil alih tasnya untuk ku bawa. Kasian ia terlihat keberatan bawaan.

"Kalo lagi falling in love biasanya emang jadi baik gitu, ya, orang-orang?"

Sindiran dari Tari membuatku mendengus. "Diem, ah."

"Pujaan hati lo masuk gak, hari ini?"

Aku menggeleng. "Kalo dari jadwal sih enggak."

Tari memajukan bibir bawahnya. "Beuh, udah tukeran jadwal, toh."

"Lama-lama gue lempar ya ini tas lo yang isinya pulpen doang."

Ancaman dariku membuat Tari terbahak. "Tai lo. Yang penting mah ilmu tuh terserap di otak."

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang