1. Peran utama pada masanya

6.1K 844 156
                                    

"Makasih banyak, Kav,"

Setelah terjadi perdebatan tiada henti antara aku dan Kavi karena aku menolaknya untuk mengantar pulang, akhirnya kami sampai juga di kosan-ku yang jarak tempuhnya memakan waktu tiga puluh menit dari lokasi pameran.

"Kalo udah sampe rumah kabarin," ujarku lagi yang ia angguki. "Resletingin jaketnya sampe atas, kalo capek nepi dulu."

Padahal rumah Kavi dari lokasi pameran sangat dekat, tapi ia kekeuh berkata ingin mengantarkanku karena hari sudah larut. Memang aman untukku, tapi tentu rentan untuk tubuhnya yang sensitif dengan udara dingin.

"Aku pulang sekarang?"

Aku mengangguk seraya menatapnya cemas. Beberapa detik kemudian ia terkekeh yang membuatku juga ikut tertawa walaupun tak tahu apa penyebabnya.

"Kamu kayak capek banget," celetuknya tiba-tiba.

Memang hari ini sangat melelahkan. Persiapan, pelaksanaan, sampai penutup kami laksanakan di hari yang sama. Dari matahari terbit sampai matahari tenggelam tak ada hentinya kami berkegiatan. Sebetulnya wajar Kavi berkata demikian, tapi rasa-rasanya ia tahu kalau yang lelah bukan hanya fisik.

"You're doing great,"

Aku tersenyum. "Buat hari ini? I know,"

"Buat hari-hari sebelumnya juga."

Hal-hal seperti ini sudah sering kudengar dari mulut manisnya. Awalnya ketika kami masih dalam masa pendekatan, kukira itu hanya gombalan buaya agar aku bisa dengan mudah terpikat dengannya. Tapi sekarang setelah sudah hampir setahun kami menjalin hubungan, ia masih tetap aktif menyampaikan kalimat afeksi ketika tahu aku tengah dalam kondisi yang tidak baik.

Kavi lelaki ter-sempurna yang sejauh ini kutemui. Tapi kadang itu yang membuatku takut. Tak bisa kuserahkan begitu saja rasa sepenuh hati, karena seseorang bisa saja pergi kapanpun ia mau, kan?

Hubungan kami berjalan baik diiringi kegiatan masing-masing yang lebih mendominasi keseharian. Jadi secukupnya saja. Punya perasaan secukupnya itu aman. Lagipula tak mungkin kuulangi hal bodoh seperti dulu lagi.

"Thanks,"

"Aku pulang sekarang." ucapnya mengulangi kalimat yang sama namun kali ini sebagai pernyataan.

"Hati-hati,"

"Langsung masuk aja. Udah sepi."

Kavi memakai helm sebelum menyalakan mesin motornya. Ia mengangkat alis tanda berpamitan yang kutanggapi dengan lambaian tangan. Sekian detik kemudian motornya melaju membelah jalan yang sekiranya hanya muat untuk satu mobil ini sebelum hilang di belokan dan bergabung di jalan raya.

Aku segera masuk ke dalam gedung kosan karena diujung sana ada warung 24 jam yang masih buka dan biasanya berisi pria-pria hidung belang. Mama sempat menyarankan untuk pindah dan mencari kos yang lebih aman, tapi apa daya hanya gedung kos ini yang paling strategis karena dekat dengan kampus dan warung makanan.

Ting!

Nayya: libur kapannn wahai mahasiswa-mahasiswa???

Puspa: aku buldep abis uas.

Adhia: 2

Nisha: 3

Kayla: 4

Nayya: @renjana 5 gak

Renjana: 5
sorry telat heheheh

Pulang Habis KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang